jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Pangi Sarwi Chaniago meminta KPU tidak lagi memberikan bocoran pertanyaan kepada peserta debat capres 2019 seperti yang dilakukan pada saat debat perdana pada 17 Januari lalu.
Pangi menilai argumentasi yang ingin menjaga martabat atau wibawa paslon adalah terobosan yang paling aneh yang dibuat KPU sepanjang sejarah.
BACA JUGA: Rahmat: Meski Sandi Muda tapi Terlihat Lebih Bijak saat Debat
“KPU memberikan bocoran pertanyaan sebelum debat kepada paslon itu aneh,” kata Pangi, Senin (21/1).
Menurut Pangi, jauh sebelum debat dilaksanakan publik sudah mencium adanya aroma amis yang kurang sedap. Berbagai cara dan sarana dimanfaatkan untuk menyuarakan kritik dan masukan baik dari NGO, kelompok kepentingan dan penekan. "Namun KPU sepertinya menutup rapat telinganya," kata Pangi.
BACA JUGA: Komitmen Empat Pilar Seharusnya Diuji di Ajang Debat Capres
Pangi mengatakan KPU sepertinya lupa bahwa mereka adalah penyelenggara pemilu yang tidak melulu melayani dan mengakomodir kepentingan peserta pemilu maupun kontestan.
Dia mengingatkan, KPU harus juga mampu mengagregasi atau mengartikulasi kehendak publik sebagai pemilih, yang juga punya hak mendapatkan informasi yang komprehensif melalui debat yang berkualitas.
BACA JUGA: Debat Perdana Panen Kritik, KPU: Lebih Hidup Dibanding 2014
"KPU juga tidak selayaknya merendahkan diri di hadapan tim sukses yang terkesan over protektif terhadap jagoannya masing-masing," katanya.
Pangi menilai sikap akomodir pada level overdosis ini pada akhirnya membuat KPU berpotensi melanggar aturan pemilu dengan mereduksi debat sebagai salah satu model kampanye.
AKibatnya, kata Pangi, publik tidak mendapatkan informasi yang cukup memadai tentang kandidat sebagai bahan pertimbangan bagi pemilih untuk menentukan pilihan politiknya.
KPU hari-hari ini dihadapkan pada banyak persoalan yang membuat lembaga ini terkesan gagap menghadapi masalah dan kritik dari publik.
"Oleh karena itu, KPU fokus saja pada teknis pemilu seperti kesiapan logistik dan penyelenggaraan pemilu sampai ke tingkat TPS. Untuk debat publik serahkan saja pada ahlinya," jelas Pangi.
Menurutnya, banyak pihak dan lembaga kredibel yang bisa diajak kerja sama, seperti kampus, lembaga penyiaran publik, LSM, organisasi mahasiswa yang sanggup melaksanakan debat publik yang jauh lebih berkualitas dan berkelas.
“Dibandingkan acara debat bercita rasa cerdas cermat, pakai kisi-kisi atau contekan yang diselenggarakan KPU demi menjaga wibawa dan martabat paslon," katanya.
Sekali lagi, kata dia, publik tentu ingin debat pilpres kedua nanti berselancar dengan narasi dan pikiran yang genuine. Publik harus tahu kedalaman isi kepala paslon 01 dan 02. "Maka dari itu (debat) harus mampu menelanjangi isi kepala masing-masing paslon," jelasnya.
Dia menegaskan, tidak ada kisi-kisi atau bocoran pertanyaan. Hentikan membawa contekan atau tablet. Singkirkan meja podium debat. Tidak usah diberi hitungan menit. "Biae saja mengalir, orasi dengan jalan pikiran liar paslon. Moderator hanya membuka, panelis langsung bertanya dengan peryanyaan yang punya daya kejut," katanya.
Dia menambahkan biarkan masing-masing paslon berpetualang dengan otak dan pikirannya sendiri.
Silakan untuk saling memotong dan menyanggah, sehingga suasana menjadi hidup serta cair karena adanya interaksi antarkandidat.
"Suporter tidak perlu hadir. Biarkan masing-masing paslon adu narasi dan imaginasi, karena kita tidak sedang menilai jumlah tepuk tangan dan yel-yel yang paling ramai," katanya.
"Tapi rakyat ingin tahu program paslon dan kemampuan mereka mengurai problem fundamental di Republik Indonesia," tambah direktur eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting, itu.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Maruf Amin Siap Debat Tanpa Kisi-Kisi PertanyaanÂ
Redaktur & Reporter : Boy