jpnn.com, JAKARTA - Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian yang dikelola oleh Kementerian Pertanian bekerjasama dengan perbankan diharapkan dapat membantu petani dalam mengembangkan budidaya pertanian dari hulu hingga hilir. Hingga saat ini program tersebut terus diminati oleh para petani.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyarankan, selain pemanfaatan yang sudah membantu para petani, KUR pertanian harus dilengkapi dengan kebijakan pendukung lainnya agar lebih efektif.
BACA JUGA: Menko Airlangga Sebut Penyaluran KUR Pertanian Mendekati Pola Sebelum Pandemi
"Petani misalnya diberi pembiayaan KUR, tapi kesulitan mendapat akses pasar yang menguntungkan sehingga rentan jatuh kepada tengkulak. Sebagian besar pembiayaan KUR pertanian masih di ladang (on farm), sementara dibutuhkan juga KUR pertanian di proses paska panen (off farm)," jelasnya kepada media, Senin (30/8).
Sejauh ini, lanjut Bhima, banyak yang terputus, misalnya industri makanan dan minuman yang justru mengambil bahan baku impor.
BACA JUGA: Petani Siap-siap! KUR Pertanian Dipastikan Terus Mengalir
Sedangkan produk hasil perkebunan dijual dalam bentuk mentah atau hanya pengolahan primer.
"Kondisi tersebut membuat KUR belum sepenuhnya efektif mendorong output pertanian yang berkualitas," katanya.
BACA JUGA: Mentan Optimistis Pertanian Jadi Pilar Utama Pembangunan
Tak hanya itu, kata Bhima, disisi lain, KUR pertanian tanpa inovasi teknologi yang memadai membuat produktivitas pertanian tetap rendah. Pihaknya menyarankan, idealnya penerima KUR pertanian juga masuk dalam program-program inovasi pertanian, mulai dari penerapan teknologi, internet of things (IoT), dan big data sehingga mengurangi proses manual yang tidak efisien.
"Pemerintah juga perlu memastikan KUR pertanian mampu berkorelasi dengan kenaikan ekspor pangan. Seharusnya bisa dievaluasi, kenaikan KUR tiap tahun, dengan naiknya produk ekspor," tambahnya.
Terkait dengan bunga 6 persen yang diberikan, lanjut Bhima, sudah cukup bagus bagi sektor pertanian. Masalah dilapangan menurutnya, bukan soal tingkat bunga, tapi soal plafon KUR tanpa jaminan yang sebaiknya dinaikkan menjadi Rp100-150 juta per pengajuan kredit.
"Sebagian besar penyaluran KUR pertanian melibatkan bank, seharusnya lembaga keuangan non-bank juga bisa dilibatkan lebih besar dalam penyaluran KUR karena paham situasi di level mikro atau daerah. Bank penyalur KUR sebaiknya didorong untuk lakukan channeling dengan lembaga keuangan non bank seperti koperasi tapi tetap memegang prinsip kehati-hatian," paparnya.
Selain itu, ekomom dari Indef tersebut mengatakan, dalam situasi pandemi sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan sektor pertanian. Melihat berbagai negara fokusnya saat ini ketahanan pangan, selain penanganan pandemi covid19, Indonesia harus berikan stimulus all-out ke sektor pertanian.
"Misalnya mulai dari mendorong teknologi di pertanian, pemberian bantuan pupuk yang lebih efektif, bantuan bibit unggul, sampai mendorong BUMN agar menjadi off-taker dalam menyerap produk hasil pertanian," katanya.
Oleh karena itu, kata kata Bhima, pemerintah juga disarankan memfasilitasi produk pertanian untuk ekspor. Hambatan seperti sertifikasi mutu produk pertanian di negara tujuan ekspor, sertifikasi pangan organik, sampai dengan hambatan non-tariff bisa dibantu oleh pemerintah.
"Peran marketplace cross-border atau perdagangan digital lintas negara juga perlu dimanfaatkan untuk penetrasi kepasar-pasar yang baru. Kalau petani Indonesia bisa menjual konyaku dari tanaman porang atau petis Ikan dari Madura sampai ke Malaysia dan Vietnam lewat e-commerce kan bagus sekali peluangnya," tutup Bhima. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil