jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya Rosdiana Sijabat mendukung upaya Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjalin kerja sama investasi dengan Malaysia.
Menurut Rosdiana, kolaborasi dengan Malaysia utamanya pada sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai solusi energi masa depan dan hilirisasi yang memberikan nilai tambah, tentunya akan berdampak kepada penguatan daya saing Indonesia di kancah global.
BACA JUGA: Polda Riau Usut TPPU Kasus Investasi Cimory dan Kenzler Senilai Rp 51 Miliar Lebih
“Kerja sama ekonomi pasti baik tujuannya, Malaysia ini adalah negara yang paling dekat dengan kita dan kita tahu juga Malaysia investor asing posisi ke-7. Salah satu strategi yang dilakukan Pak Bahlil dengan memperkuat MoU untuk mendukung investasi di sektor hilirisasi dan EBT di Indonesia,” ujar Rosdiana, Sabtu (10/6/2023).
Dia mengatakan bisa memperkuat hilirisasi sektor minerba kita di dalam negeri. Ssalah satunya adalah kerjasama dengan Malaysia.
BACA JUGA: Kurangi Sifat Greedy, Masyarakat Harus Semakin Waspada dengan Investasi Bodong
“Bagaimanapun produk-produk minerba ini adalah produk yang sangat strategis di masa mendatang dan produk energi baru terbarukan, ini bisa memperkuat posisi Indonesia,” katanya.
Rosdiana menambahkan kebijakan hilirisasi dan EBT oleh pemerintah, selain membutuhkan biaya yang besar juga membutuhkan waktu yang tidak singkat. Oleh karena itu, tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah saja, perlu juga berkolaborasi dengan negara lain.
BACA JUGA: Incar Investasi Besar-Besaran di IKN Nusantara, Kemenlu Korsel: We Love You
“Saya kira tidak hanya dengan Malaysia dengan negara-negara lain juga harus kita lakukan karena walau bagaimanapun kebijakan yang dilakukan oleh Pak Jokowi ini kan sebenarnya membutuhkan pembiayaan yang cukup besar, karena salah satu faktor yang menentukan kita berhasil untuk mendukung hilirisasi itu adalah ketersediaan smelter-smelter untuk hilirisasi di dalam negeri,” urainya.
Lebih lanjut, Rosdiana menyampaikan pembangunan smelter sendiri tidak mudah, tahun 2022 pemerintah baru memiliki 21 smelter, sementara sampai akhir kepemimpinan Presiden Jokowi di tahun 2024 menargetkan dapat membangun sampai 53 smelter.
“Untuk mendorong hilirisasi sektor minerba itu tidak mudah membutuhkan pembiayaan yang cukup besar sehingga mau tidak mau yang dilakukan pemerintah adalah bagaimana supaya ada pembiayaan asing yang masuk untuk mendukung pembiayaan pembangunan hilirisasi kita,” ucapnya.
Menurut dia, adanya smelter-smelter yang terbangun dengan cepat kebutuhan hilirisasi itu juga makin baik sehingga kita bisa merasakan nanti manfaat dari hilirisasi itu.
Lebih lanjut Rosdiana mengatakan, pembangunan smelter untuk mendukung hilirisasi juga perlu mendapatkan dukungan dari dalam negeri, seperti halnya pembiayaan dari sektor perbankan kepada para pengusaha atau investor lokal.
“Artinya apa saya kira solusi yang kita bisa diinginkan pemerintah lakukan adalah bagaimana sektor perbankan kita ini bisa kompetitif sehingga produsen atau pengusaha pengusaha lokal itu di tengah keterbatasan kemampuan pembiayaan didukung oleh sektor perbankan kita,” katanya.
“Perlu ada komitmen dari pemerintah menggerakkan sektor perbankan kita supaya mendapatkan pembiayaan yang mereka bisa kompetitif dengan perusahaan-perusahaan asing, investor asing dalam pembangunan smelter di sektor minerba,” tukas Rosdiana.
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia menyatakan untuk memperkuat daya saing investasi Indonesia khususnya EBT dan hilirisasi di antara negara-negara kawasan ASEAN.
Salah satu strateginya adalah dengan memperkuat hubungan kerja sama investasi dengan negara serumpun, Malaysia.
Penguatan kerja sama tersebut, tuturnya, ditandai dengan Penandatanganan enam Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Indonesia dengan Malaysia.
"Kami sepakat untuk menyusun Nota Kesepahaman yang mendorong peningkatan promosi investasi antara Indonesia dan Malaysia. MoU ini juga wujud komitmen agar Indonesia dan Malaysia selalu berbagi informasi terkait kebijakan investasi yang ada di kedua negara,” ujar Bahlil.
Bahlil menjelaskan, tantangan dan persaingan investasi di Kawasan ASEAN akan semakin kompetitif ke depan khususnya terkait dengan pasokan energi hijau dan hilirisasi.
Sebab itu, Indonesia memandang Malaysia sebagai sahabat dan negeri serumpun yang berniat baik membangun hubungan kerja sama investasi yang saling menguntungkan kedua pihak.
“Malaysia adalah negara serumpun kita yang punya niat baik untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan kedua negara. Dia tidak mau menang sendiri. Maka saya akan gandeng erat Malaysia," jelasnya.
Bahlil berharap, ke depan kedua negara dapat mendukung dan mendorong investasi melalui berbagai upaya promosi yang lebih intensif dan terarah.
Hal ini tak lain guna menciptakan iklim investasi yang lebih baik di Indonesia maupun Malaysia khususnya di sektor prioritas seperti hilirisasi industri, energi terbarukan, dan investasi berkelanjutan.
Lebih lanjut, Menteri Bahlil merincikan, tujuan dari penandatanganan MoU ini untuk mendorong usaha promosi investasi bersama dan menciptakan iklim investasi yang lebih baik bagi kedua negara.
"Adapun fokus sektor investasi yang didorong adalah sektor prioritas seperti hilirisasi industri, energi terbarukan, dan investasi berkelanjutan," ujar Bahlil.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari