jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Transportasi, Bambang Haryo Soekartono (BHS) memahami kekhawatiran mendalam masyarakat mengenai potensi kenaikan harga BBM subsidi dan isu pembatasan BBM Subsidi Pertalite oleh pemerintah beberapa waktu ini.
Menurutnya, pemerintah sebaiknya memastikan transportasi publik berkualitas dengan konektivitas antarmoda yang baik agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi.
BACA JUGA: Subsidi BBM Seharusnya untuk Rakyat Kecil, Bukan yang Kaya
Penyediaan transportasi publik yang teratur dan sesuai jadwal, serta berhenti di lokasi-lokasi yang telah ditentukan sangat penting. Hal ini akan memicu perpindahan masyarakat dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
“Transportasi bus misalnya, harus mematuhi jadwal yang telah diatur dan berhenti di terminal ditetapkan. Namun, kenyataannya masih banyak bus yang berhenti sembarangan, seperti di Terminal Tipe A Sri Tanjung Brawijaya di Banyuwangi, sering dilewati oleh bus antarprovinsi dengan jadwal yang tidak bisa dipastikan,” ujar Haryo, Rabu (11/9).
BACA JUGA: Pertamina Dinilai Sangat Siap Memproduksi & Mendistribusikan BBM Rendah Sulfur
Dia juga menyoroti masalah harga tiket transportasi publik yang dianggap masih terlalu mahal dibandingkan dengan daya beli masyarakat.
Haryo menilai masih ada ketidakpercayaan masyarakat terhadap transportasi publik disebabkan oleh faktor keamanan, kenyamanan, dan harga yang tidak terjangkau.
BACA JUGA: Lewat Digitalisasi Pertamina Dinilai Mampu Jaga Kuota BBM Subsidi
Haryo membandingkan dengan negara-negara, seperti Jepang, Cina, Korea, dan negara-negara Eropa, di mana transportasi publik menjadi pilihan utama karena harganya terjangkau dan terintegrasi dengan moda transportasi lain.
"Jika transportasi publik di Indonesia dapat menawarkan kualitas serupa, masyarakat akan lebih cenderung menggunakan transportasi umum daripada kendaraan pribadi," tegasnya.
Dalam konteks subsidi BBM, Haryo menyebutkan bahwa Malaysia memberikan subsidi penuh untuk kendaraan pribadi dengan BBM subsidi Oktan 95, serta menekan harga BBM non-subsidi dan Natural Gas Vehicle (NGV).
Sebaliknya, di Indonesia, pemerintah memberikan subsidi untuk BBM Pertalite dengan harga Rp 10.000 per liter, namun sekitar 40% masyarakat tidak menggunakan BBM ini karena kualitasnya dianggap kurang baik.
"Pemerintah seharusnya tidak membatasi pembelian BBM subsidi Pertalite untuk kendaraan pribadi seperti yang dilakukan Malaysia," ucapnya.
Dia menekankan bahwa tanpa adanya transportasi publik yang memadai, masyarakat menengah ke bawah terpaksa menggunakan kendaraan pribadi, meskipun mereka harus menanggung berbagai risiko dan biaya tambahan.
“Ada dua pilihan pemerintah yakni meningkatkan kualitas transportasi publik agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau memperluas subsidi BBM untuk kendaraan pribadi,” ungkap Haryo.
Dia juga menegaskan meningkatkan kualitas transportasi publik atau memberikan subsidi BBM untuk kendaraan pribadi merupakan langkah penting untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat dan mengatasi masalah ketidakadilan sosial dalam transportasi. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad