Pengamat Nilai Pemerintah Harus Tegas soal Divestasi PT Vale Indonesia

Selasa, 05 September 2023 – 12:55 WIB
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai divestasi PT Vale sangat bermanfaat, apalagi jika bisa menjadi pemegang saham utama. Foto: Dok PTVI

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai divestasi PT Vale Indonesia Tbk. sangat bermanfaat, apalagi jika bisa menjadi pemegang saham mayoritas.

Menurutnya, sebagai pemegang saham mayoritas, maka perusahaan akan bisa mengontrol segala hal yang ada di dalamnya.

BACA JUGA: Komisi VII DPR RI Tolak Perpanjangan Kontrak Karya PT Vale Indonesia

Hal itu diungkapkan Fahmy merespons sikap Komisi VII DPR RI yang menolak perpanjangan kontrak karya PT Vale Indonesia Tbk.

Seperti yang diketahui, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Plt Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Manajemen PT Vale Indonesia Tbk, dan MIND ID, Komisi VII DPR RI menolak perpanjangan kontrak karya PT Vale Indonesia Tbk.

BACA JUGA: Komisi VII DPR Desak Menteri ESDM Segera Divestasi 51 Persen Saham PT Vale Indonesia

“Manfaat pertama, dengan kepemilikan saham yang lebih besar maka dividen yang diperoleh akan bisa lebih besar,” kata Fahmy di Jakarta, Selasa (5/9).

Manfaat kedua, kata Fahmy, berkaitan dengan pengambilan keputusan. Pemegang saham terbesar bisa menjadi lebih dominan, sehingga akan dapat mengontrol proses pengambilan keputusan.

BACA JUGA: Jadi Pelatih Anyar Arema FC, Fernando Valente: Saya Bukan Pesulap

Adapun manfaat ketiga adalah kegiatan dari perusahaan akan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar pada negara, daerah, dan seterusnya. Manfaat itu bisa berupa pembukaan lapangan pekerjaan atau lainnya.

“Maka, divestasi saham kalau perlu direbut dengan dikuasai mayoritas oleh MIND ID,” tegas Fahmy.

Di sisi lain, Fahmy menyebut divestasi PT Vale bisa memberikan keuntungan untuk Indonesia, terutama dalam perekonomian. Kegiatan dari perusahaan bisa memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

"Keuntungan akan tetap berputar di Indonesia dan tidak dibawa ke luar. Berbeda lagi jika pemegang saham adalah pihak asing, maka keuntungan yang diperoleh juga akan dibawa ke luar," ujar Fahmy.

Fahmy menambahkan jika keuntungan tersebut bisa berputar di indonesia, maka keuntungan bisa dinikmati di dalam negeri. Hal itu bisa memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti pembukaan lapangan pekerjaan dan sebagainya.

“Saya melihat PT Vale Indonesia Tbk sendiri enggan untuk melepas sahamnya, maka perlu ada upaya yang harus dilakukan, dalam tanda petik, agak memaksa,” ucapnya.

Oleh karena itu, Fahmy meminta pemerintah perlu bersikap tegas untuk memaksa dan mengambil alih saham PT Vale Indonesia Tbk sebagai saham mayoritas. Salah satu caranya adalah dengan menunggu habisnya kontrak pada 2025.

“Pemerintah bisa melakukan upaya dengan mengatakan bahwa akan memperpanjang kontrak dengan syarat mayoritas saham ada di Indonesia,” ujarnya.

Menelisik lebih jauh, ruwetnya divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk dimulai pada 1990. Saat itu, PT Vale Indonesia Tbk melepaskan 20 persen sahamnya melalui Bursa Efek Indonesia dan menjadi perusahaan terbuka.

Pemerintah mengakui saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia merupakan pemenuhan divestasi kepada peserta Indonesia.

Selanjutnya pada 2014, amendemen kontrak karya PT Vale Indonesia Tbk berkewajiban untuk melakukan divestasi lebih lanjut sebesar 20 persen, sehingga total kepemilikan nasional menjadi 40 persen.

Pada 2020, tindak lanjut amandemen tersebut dilaksanakan dengan pengalihan kepemilikan 20 persen saham Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd kepada PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang sekarang menjadi holding BUMN tambang MIND ID.

Penyelesaian divestasi ini merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi PT Vale Indonesia Tbk agar dapat melanjutkan operasinya setelah 2025. Adapun pengaturan divestasi saham telah diatur dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 4 Tahun 2021.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa kewajiban divestasi saham badan usaha PMA dapat dilakukan kepada WNI atau badan usaha Indonesia yang dimiliki WNI melalui kepemilikan langsung sesuai dengan kesepakatan para pihak atau pasar modal dalam negeri.

Pada Pasal 147 PP 96 Tahun 2021, kewajiban divestasi saham sebesar 51 persen dilaksanakan secara berjenjang dari pemerintah pusat, Pemda, BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta nasional.

Apabila tidak ada yang berminat, maka mekanisme penawaran investasi dilakukan melalui Bursa Saham Indonesia.

Adapun dalam rangka pengurusan perpanjangan KK PT Vale setelah 29 Desember 2025 sesuai Pasal 147 PP 96 Tahun 2021, PT Vale Indonesia Tbk wajib mendivestasikan lagi 11 persen sahamnya agar kepemilikan nasional menjadi 11 persen.

RDP, Komisi VII DPR RI mensinyalir 20 persen porsi saham PT Vale Indonesia Tbk yang ada di Indonesia sebagian besar masih dimiliki investor asing, yakni Sumitomo Metal Mining, sementara Indonesia hanya memiliki saham kurang lebih 11 persen.

Berdasarkan laporan bulanan registrasi pemegang efek per Juni 2023, komposisi pemegang saham PT Vale Indonesia sendiri terdiri dari Vale Canada Limited 43,79 persen, MIND ID 20 persen, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. 15,03 persen, serta masyarakat/publik 21,18 persen, yang terdiri dari pemodal asing 59,47 persen, dan pemodal nasional 40,53 persen.

Vale kemudian menawarkan untuk melepaskan saham menjadi 14 persen dari sebelumnya 11 persen. (mcr10/jpnn)


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler