jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Harryadin Mahardhika menilai skema bisnis Go-Jek lebih matang.
"Mereka sudah mulai shifting, tidak lagi terlalu mengejar akuisisi konsumen baru. Ini membuat penyesuaian tarifnya bisa tetap menjamin kesejahteraan mitra pengemudi," kata Harryadin, Rabu (31/10).
BACA JUGA: Pemerintah Ingin Bikin Ojol Tandingan, Ini Kata Gojek
Dia melihat hal tersebut berdasarkan upaya Go-Jek mencapai keseimbangan bisnis.
Penerapan tarif dari berbagai layanan yang keuntungannya besar dialihkan untuk menjaga pendapatan mitranya.
BACA JUGA: Komunitas Driver Ojek Online Curhat pada Zulkifli Hasan
"Dari tarif yang ada, tidak mengorbankan pendapatan mitra pengemudi dan tetap stabil," imbuh
Harryadin.
Kondisi ini sedikit berbeda dengan yang dihadapi oleh bisnis Grab di Indonesia.
BACA JUGA: Awas!!! Ada Penipuan Berkedok Go-Pay, Begini Modusnya
Grab masih memikirkan mendapatkan sebanyak mungkin pelanggan atau pengguna baru dengan menerapkan harga kompetitif atau di bawah Go-Jek.
"Grab bisa dibilang sebagai penantang atau market challenger kalau di Indonesia," kata Harryadin.
Dia berpendapat, tarif murah itu berpengaruh terhadap pendapatan pengemudi Grab.
Sebab, alokasi subsidi harga lebih banyak dikeluarkan supaya konsumen dapat harga lebih murah, tetapi punya kecenderungan mengorbankan pendapatan mitra pengemudi jadi lebih kecil.
Namun, Harryadin juga melihat perlu adanya upaya penyesuaian harga antara perusahaan penyedia aplikasi transportasi dengan konsumen supaya bisnis ini tetap eksis.
Skema penerapan harga ini perlu dicari bentuk terbaik supaya mitra pengemudi mendapatkan keuntungan yang sepadan dan perusahaan juga tetap bisa kuat.
"Terutama untuk lini kendaraan roda empat. Kita bisa lihat skema menghamburkan banyak promo dengan mengorbankan pendapatan pengemudi malah membuat Uber angkat kaki dari Asia Tenggara," kata Harryadin. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Driver Ojol di Bekasi Dilarang Mangkal di Jalan Ini
Redaktur & Reporter : Ragil