Pengamat Pasar Uang Beberkan Penyebab Kurs Rupiah 'Loyo' Terus

Senin, 22 Maret 2021 – 11:51 WIB
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan melemah. Ilustrasi: Ricardo/jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin Pagi (22/3) melemah.

Pada pukul 9.37 WIB, rupiah bergerak melemah 25 poin atau 0,17 persen ke posisi Rp 14.433 per USD dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.408 per USD.

BACA JUGA: Tipis, Penguatan Kurs Rupiah Masih Dibayangi Imbal Hasil Obligasi AS

Pengamat Pasar Uang Bank Woori Saudara Indonesia Rully Nova mengatakan, rupiah masih dibayangi imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS).

"Yield obligasi AS masih akan jadi perhatian pasar karena tidak ada antisipasi dari The Fed dan kekhawatiran inflasi di AS," kata Rully di Jakarta, Senin (22/3).

BACA JUGA: Jelang Pengumuman The Fed, Bagaimana Nasib Kurs Rupiah?


Dia menjelaskan, USD menguat terhadap mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan pekan lalu.

Bahkan, lanjut dia, penguatan USD merupakan yang terpanjang, karena lebih dari satu minggu.

BACA JUGA: Kurs Rupiah Melempem Selasa Sore, Bagaimana Besok?

"Penguatan setelah bank sentral AS menyatakan tidak akan memperpanjang keringanan sementara persyaratan modal bank, yang mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS naik dari level terendah hari itu," papar Rully.

Menurut dia, Bank Sentral AS, Federal Reserve (Fed), mengumumkan tidak akan memperpanjang aturan sementara yang mengarahkan bank-bank besar menahan lebih banyak modal untuk aset mereka seperti obligasi pemerintah yang berakhirnya pada 31 Maret.

Dia menyebutkan, The Fed telah memberlakukan aturan untuk mendorong pinjaman bank ketika rumah tangga dan bisnis Amerika dirugikan oleh penguncian.

Rully membeberkan indeks USD terakhir naik 0,1 persen menjadi 91,906.

"Indeks USD turun tajam setelah pengumuman The Fed tentang sikap kebijakan longgarnya pada Rabu lalu," beber dia.

Sedangkan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun naik pada Jumat (19/3) setelah keputusan The Fed tentang aturan leverage (modal), tetapi tergelincir di sore hari menjadi 1,726 persen.

"Imbal hasil mencapai tertinggi dalam lebih dari satu tahun di 1,754 persen pada sesi sebelumnya," kata dia.

Pada minggu ini, kata dia, The Fed berjanji untuk melanjutkan stimulus moneter yang agresif.

Rully mengatakan, hal itu karena lonjakan inflasi jangka pendek akan terbukti sementara di tengah proyeksi pertumbuhan ekonomi AS terkuat dalam hampir 40 tahun.

"Sementara itu dari dalam negeri masih minim sentimen positif bagi rupiah," ujar Rully.

Pada Jumat (18/3) lalu, rupiah ditutup menguat 2 poin atau 0,02 persen ke posisi Rp 14.408 per USD dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.410 USD. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler