jpnn.com, JAKARTA - Pakar Kebijakan Publik Danang Girindrawardana menilai, peleburan Kepemimpinan BP Batam dengan Wali Kota Batam adalah kebijakan yang salah kaprah. Alasannya, pengembangan Batam sejak semula diupayakan menjadi Free Trade zone (FTZ), dengan pendekatan supply-side sejak era Soeharto. Dengan harapan sebagai gerbang ekspor impor untuk mendongkrak investasi dan industrialisasi.
"Di sejumlah kota di dunia, seperti Hanoi dan Penang, kawasan industri diserahkan ke pemerintah daerah namun kelembagaannya terus diperkuat. Jika ada masalah langsung ke pemerintah pusat, tidak perlu lobi-lobi dulu," kata Danang Girindrawardana dalam siaran tertulisnya, Jumat (11/1).
BACA JUGA: Kepala BP Batam Siapkan Aturan Main Bagi Ex-Officio
Menurutnya, itu akan sangat berbeda dengan Indonesia yang birokrasinya berbelit-belit. Pengelolaan BP Batam yang punya ekspektasi besar terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional, sudahkan relevan dipegang wali kota. Belum lagi di Indonesia rentan benturan komplikasi kewenangan yang diakibatkan adanya undang-undang otonomi daerah.
"Kita punya harapan besar terhadap BP Batam sebagai dongkrak ekonomi nasional. Tapi dikelola oleh daerah, sementara daerah jika ada tekanan dari pusat langsung ciut. Belum lagi, pengambilan kebijakannya harus lobi sana-sini. Ini tidak logis pasti ada apa-apanya, dan banyak kepentingan dibelakangnya," ujar Danang.
BACA JUGA: Kepala BP Batam Kembali Diganti, Begini Respons HKI Kepri
Seharusnya, kata Danang, melihat potensi BP Batam menjadi garda depan kekuatan pintu ekspor Indonesia dan minimalisir impor sepatutnya BP Batam diberikan power lebih dengan pengelolaan yang lebih profesional. Sehingga mampu bersaing dengan negara tetangga, seperti Singapura maupun Malaysia.
"Artinya, BP Batam jangan malah dilemahkan karena pengelolaannya diserahkan ke daerah yang kekuatan kebijakannya terbatas. Harusnya kekuatannya harus lebih diperkuat bukan malah dibatasi," kata Danang.
BACA JUGA: Terlalu Sering Ganti Kepala BP Batam tak Baik Bagi Investasi
Sedangkan untuk menarik dan mengelola investor besar di BP Batam, menurut Danang, belum tentu bisa diurus daerah. Apalagi, perizinan investasi berada di tangan BKPM, Kementerian Perekonomia dan Kementerian Keuangan. "Investor kan butuh kepastian, kalau sudah rancu seperti ini, investor bisa pada lari," tukas Danang.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Suryani S Motik, menuturkan, antara BP Batam dan Pemkot Batam itu dua hal yang berbeda. Di mana, BP Batam adalah lembaga profesional dan kepanjangan tangan dari pusat. Sementara wali kota itu bermakna pemerintah daerah.
Untuk itu, anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik menyarankan pemerintah untuk duduk bersama menyelesaikan kegaduhan dualisme BP Batam. "Karena UU FTZ menyebut BP Batam di kelola oleh lembaga setingkat menteri yang menjadi mitra di Komisi VI DPR, kata politisi Golkar ini.
Menurutnya, peleburan BP Batam jelas melanggar UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang melarang wali kota merangkap jabatan. UU 53/1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam, sudah mengatur pembagian wewenang kedua lembaga tersebut.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Semoga BP Batam Dipimpin Profesional
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh