Pengamat: Pemerintah Harus Belajar Cara Menghargai Guru dari Singapura

Rabu, 16 September 2020 – 15:27 WIB
Ilustrasi guru. Foto: dok/Radar Malang

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan Praktisi Pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad N Rizal mengatakan, pemerintah harus belajar dari negara-negara maju seperti Finlandia, Australia, Kanada, dan Singapura bagaimana cara menghargai guru.

Negara-negara ini membangun kebanggaan dan martabat tinggi bagi profesi guru. 

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Peringatan Fahri untuk Mahfud MD, Anak Dibunuh Orang Tua karena Susah Belajar Online

"Mereka menyadari tidak bisa meningkatkan kualitas pendidikan bila tidak memiliki guru-guru profesional. Itu sebabnya dana pendidikan banyak dialokaskan untuk melatih dan terus memberi dukungan pengembangan profesionalisme guru," ungkap Rizal dalam paparannya, Rabu (16/9). 

Sayangnya, kata doktor di bidang ICT ini, di Indonesia, anggaran untuk pengembangan profesionalisme guru mendapatkan porsi kecil dibandingkan bidang lainnya. Pengembangan guru dianggap sebuah biaya bukan investasi terbaik.  

BACA JUGA: Kabar Gembira untuk Seluruh Guru Honorer, Tetapi Bagaimana Tenaga Kependidikan?

"Kita bisa belajar dari negara bagian Haryana di India tentang bagaimana memperbaiki sistem dan kualitas pembelajaran yang rusak dengan efisien dan efektif," ujarnya.

Mereka, kata Rizal, membuatkan instruksi praktis dan sesuai dengan target dan kebutuhan muridnya kepada guru-guru. Lalu membuatkan wadah dan sistem komunikasi melalui media sosial agar guru bisa bertukar praktik secara real time, interaktif dan berkelanjutan.

BACA JUGA: Alhamdulillah Guru Honorer di Sekolah Negeri Dapat TPG

"Strategi ini persis seperti yang dilakukan di dalam komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang mengenal prinsip berbagi secara kolegial antar guru, berkolaborasi melakukan joint practice development antar guru. Berubah menggunakan evidence based (berbasis riset dan praktik atau pengalaman nyata) serta melibatkan komunitas local pendidikan yang lebih luas," bebernya.

Menurut Rizal, apa yang dilakukan negara-negara maju memberikan tanggung jawab pada masing-masing sekolah untuk mewujudkannya seperti program Merdeka Belajar yang diluncurkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

Perbedaannya, mereka melakukannya dengan lebih sistematis. Peran pemerintah pusat atau lokal lebih membuat regulasi yang tidak bertentangan dengan prinsip kemerdekaan itu, serta membangun iklim kondusif bagi guru untuk berani dan kreatif dalam mengajar. 

"Pemerintah pusat atau lokal tidak merasa yang paling tahu, dan memberi tahu dengan cara memerintah dan mengontrol. Karena proses pendidikan tidak terjadi di ruang rapat komite atau gedung legislatif," ucapnya. 

Pendidikan, kata Rizal, terjadi di ruang kelas dan sekolah-sekolah. Yang melakukannya adalah para guru dan murid, maka pemerintah harus mengembalikan role serta wewenang itu pada guru-guru dan kepala sekolah. 

Sayangnya, banyak kebijakan yang ada sekarang didasarkan pada konsep pendidikan yang mekanik. Seakan-akan pendidikan adalah sebuah proses industri yang dapat ditingkatkan hanya dengan diseragamkan, menuntut kepatuhan melalui data rigid. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler