Pengamat: Premium Layak Dihapus, Alihkan Subsidi ke Pertamax

Kamis, 18 Juni 2020 – 08:03 WIB
SPBU. ILUSTRASI. Foto: Malut Pos/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Rencana Pertamina menghapus BBM bernilai oktan rendah dengan alasan mengacu pada aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 20 tahun 2017 mengenai pembatasan Research Octane Number (RON) dinilai tepat.

Menurut Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan, BBM RON rendah seperti Premium, sudah tidak sesuai perkembangan zaman.

BACA JUGA: Keputusan Pemerintah Tidak Turunkan Harga BBM Dinilai Sudah Tepat

Apalagi kendaraan bermotor, baik roda dua, maupun roda empat saat ini mayoritas sudah menggunakan teknologi terbaru yang mengharuskan konsumsi BBM dengan RON tinggi, minimal RON 92, seperti Pertamax.

BBM RON rendah juga lebih boros dan berdampak negatif pada mesin.

BACA JUGA: Syarief Hasan: Seharusnya Harga BBM Premium Turun

Apalagi mayoritas negara di dunia sudah tidak ada yang menjual BBM Ron 88 seperti premium.

"Mesin kendaraan berrmotor keluaran terbaru, memang tidak diperuntukkan bagi BBM RON rendah seperti Premium. Jika dipaksakan, akan memunculkan banyak masalah. Karena pembakaran tidak sempurna, maka mesin akan menjadi mengelitik, tenaga berkurang, dan membuat mesin tidak awet," terang Mamit dalam keterangannya, Kamis (18/6).

BACA JUGA: Detik-detik Ambulans Jenazah COVID-19 Diadang Massa Bercelurit

Dikatakan, untuk mendorong konsumsi BBM RON tinggi, penjualan premium sudah seharusnya mulai dibatasi.

Hanya, harus diakui ada tantangan lain, sisi konsumsi solar subsidi, karena banyak kendaraan yang angkutan yang digunakan.

Di mana dampaknya kalau tidak ada solar subsidi bisa berakibat naiknya ongkos transportasi dan harga barang bisa naik juga.

Namun, dia yakin pemerintah punya skema terbaik mendorong kendaraan angkutan menggunakan BBM dengan kualitas bagus.

"Agar konsumsi BBM RON tinggi seperti Pertamax bisa lebih tinggi, pemerintah sebaiknya menghapus premium dan mengalihkan subsidi ke Pertamax series," ucapnya.

Karena itu, pemerintah bisa juga mendorong sediakan bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah. Misalnya RON 92 seharga RON 88 atau RON 90.

Pemerintah, kata Mamit, bisa membuat standar bahan bakar yang lebih baik dan segera menerapkannya, misalnya Euro IV.

Demikian juga membuat kebijakan fuel economy untuk kendaraan bermotor yang progresif.

Mengenai keunggulan BBM RON tinggi seperti seri Pertamax, ibarat ‘makanan bergizi’ bagi kendaraan. Kalau BBM yang dipakai berkualitas, maka performa dan keawetan mesin juga sangat terjaga.

Karena itu pula, maka tidak menjadi persoalan ketika kendaraan keluaran lama pun mempergunakan Pertamax.

Selain berdampak negatif bagi mesin kendaraan bermotor, BBM RON rendah juga berakibat buruk terhadap lingkungan hidup dan kesehatan.

Karena pembakaran tidak sempurna, maka BBM RON rendah akan menghasilkan emisi sangat tinggi. Selain itu, juga akan menghasilkan karbon monoksida dan nitrogen dioksida yang juga tinggi. Penggunaan BBM berkualitas akan mendorong penurunan emisi dan memperbaiki kualitas udara.

Bahan bakar berkualitas juga membuat sistem pembakaran mesin (engine combustion) lebih sempurna sehingga lebih irit BBM, mesin awet dan mempermudah perawatan kendaraan.

Kata Mamit, beban negara untuk BBM berkurang karena dana kompensasi dialihkan ke sektor/pos lain yang lebih membutuhkan sehingga menjadi lebih tepat sasaran.

Angka yang menunjukkan mutu bahan bakar serta daya tahannya untuk menahan kompresi di ruang bakar sebelum terbakar secara spontan. Angka nilai oktan terentang dari 85 -100.

Makin tinggi nilai oktan, semakin tinggi tekanan yang dapat diberikan terhadap bahan bakar di ruang bakar.

Pada 2018, terdapat mobil penjumpang sebanyak 16.440.987, sementara sepeda motor pada 2018 tercatat mencapai 120.101.047. Adapun mobil barang 7.778.544, sehingga todal kendaraan 146.858.759.

"Dengan banyaknya keluaran kendaraan tahun 2010 ke atas di Indonesia, seharusnya BBM yang banyak digunakan saat ini sesuai dengan teknologi kendaraannya," pungkasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
premium   pertamax   Subsidi BBM   BBM   Pertamina  

Terpopuler