jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya mengatakan apabila Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sebenarnya bisa jadi king maker pada pemilu presiden (pilpres) Juli nanti. Syaratnya, politisi yang dikenal dengan panggilan Ical itu mau melepas tiket sebagai calon presiden.
Yunarto mengatakan, Ical setelah melepas tiket capres bisa menyodorkan Ketua Dewan pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung sebagai calon wakil presiden. Pertimbangannya, Akbar sudah sarat dengan pengalaman politik dan memiliki rekam jejak yang baik.
BACA JUGA: Partai Islam Berpeluang Dorong Mahfud Jadi Cawapres Prabowo
"Jika Ical mundur dari capres, sebaiknya Partai Golkar memberikan dukungan kepada Akbar Tanjung untuk posisi cawapres. Jangan kader lain, sebab Akbar memiliki rekam jejak yang bagus di partai, pengalaman, dan memiliki banyak basis dukungan," kata Yunarto dalam diskusi bertema "Capres-Cawapres Golkar", diselenggarakan Freedom Foundation, Senin (12/5).
Gagasan yang sama juga disampaikan pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro. Menurutnya, Ical tidak bisa bersikap mutlak-mutlakan dalam situasi politik saat ini.
BACA JUGA: Kejagung Periksa Kasubbag TU dan Mantan Sekda Kota Medan
“Dia harus memiliki banyak opsi agar Partai Golkar memiliki bargaining kuat dalam pembicaraan koalisi. Karena itu sangat tetap Rapimnas mengagendakan reposisi Capres Aburizal Bakrie," ujarnya.
Dalam kaitan mengajukan cawapres, kata Siti, apabila Ical menjadi king maker maka Akbar dan Jusuf Kalla punya peluang yang sama-sama kuat menjadi cawapres dari Golkar. Tapi kata Siti, dari sisi usia dan pengalaman, basis dukungan maupun rekam jejak dalam politik, Akbar lebih unggul dibanding JK.
BACA JUGA: Defisit Kader Loyal di Golkar Sulitkan Posisi Ical
"Capres yang dinilai akan saling berhadapan, Jokowi dan Prabowo, harus melihat calon pendampingnya, bukan sekadar elektabilitas saat pemilihan, tetapi bagaimana lima tahun pemerintahan berjalan. Akbar punya kemampuan untuk mendampingi dan memberi nilai tambah baik saat pemilihan maupun ketika pemerintahan berjalan," kata dia.
Di tempat yang sama, anggota Dewan Penasihat Golkar, Ibrahim Ambong mengatakan, partainya sejak masa reformasi memang ada anomali saat pemilihan presiden (pilpres). Mengacu pada Pilpres 2004, JK maju bersama SBY, padahal capres Golkar ketika itu Wiranto.
Begitu juga saat Munas di Bali 2005, lapiran pertanggungjawaban Ketua Umum Golkar Akbar Tanjung diterima dengan sambutan luar biasa, namun saat pemilihan ketua umum justru JK yang dipilih. "Ini ada erosi di kalangan elite dan kader Golkar. Jika erosi terus dibiarkan, sangat mungkin Golkar akan kehilangan banyak suara dan kursi dalam pemilu pemilu berikutnya," kata Ambong.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Terlalu Dominan, Partai Demokrat Kelelahan
Redaktur : Tim Redaksi