jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kepolisian Bambang Rukminto mengapresiasi pembentuk tim pencari fakta (TPF) dalam pengungkapan kasus baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Jakarta Selatan, Jumat (8/7) kemarin.
Namun, dia berharap, langkah pembentukan tim itu bisa dibarengi dengan penonaktifan Irjen Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam.
BACA JUGA: Mengejutkan, Komnas HAM Bergerak Sendiri, Irjen Ferdy Sambo Siap-Siap Saja
Sebab, kata Bambang, kasus baku tembak tidak bisa dilepaskan dengan sosok Irjen Ferdy Sambo. Penonaktifan menjadi perlu agar kinerja TPF tidak terbentur konflik kepentingan.
"Insiden di rumah dinas itu tentu tak bisa dihindarkan menyeret nama dia (Irjen Ferdy Sambo, red). Persoalan nanti terbukti atau tidak bersalah, itu nanti bisa direhabilitasi nama baiknya," kata Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) melalui layanan pesan, Kamis (14/7).
BACA JUGA: 12 Tembakan di Rumah Irjen Ferdy Sambo, Situasinya Tidak Mungkin Genting
Menurut Bambang, kepolisian perlu juga menjaga netralitas dan objektivitas kerja TPF dalam mengusut kasus baku tembak.
Menurut dia, apabila tim lebih banyak dari penyidik Polri, publik pasti meragukan objektivitas hasil kerja TPF. Sebab, kasus baku tembak bisa saja menyeret Polri sebagai institusi.
BACA JUGA: Rumah Irjen Ferdy Sambo Ternyata Berada di Tikungan, Ada 3 CCTV
"Makanya, keluarga korban juga harus dilibatkan dalam TPF ini, agar tidak muncul anggapan korban yang meninggal ini dipersalahkan atau memang sengaja dikorbankan," ungkap Bambang.
Sebelumnya, KontraS menganggap banyak kejanggalan dalam proses pengusutan baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Misalnya, kejanggalan tentang adanya disparitas waktu yang lama antara peristiwa baku tembak dengan pengungkapan ke publik.
Selain itu, KontraS menyoroti kronologi baku tembak yang diungkapkan kepolisian selalu berubah-ubah.
Berikutnya, ada temuan luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian muka dan keluarga yang sempat dilarang melihat kondisi mendiang. (ast/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Aristo Setiawan