jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori menyayangkan penyerapan beras yang dilakukan Badan Urusan Logistik (Bulog) cendrung menurun alias rendah.
Meski begitu, kata Khudori, penurunan ini kemungkinan besar karena outlet bansos seperti beras miskin dan rastra sudah tak ada.
BACA JUGA: Kementan Gerakkan Penyuluh Sukseskan Genta Organik
"Dugaan saya adalah bahwa sejak raskin dan rastra tidak ada, outlet penyaluran di hilir itu tidak ada dan tidak pasti," ungkap Khudori dalam webinar Pataka beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan ketika masih ada raskin dan rastra itu jumlah penyerapan himgga pengadaannya dari dalam negeri kira-kira 2,2 juta ton.
BACA JUGA: Sebut Petani Lokal Bisa Penuhi Kebutuhan Gudang Bulog, Kementan: Tak Perlu Impor
Namun, kata dia, sekarang hanya 900 ribu, sehingga tidak ada setengahnya.
"Jadi, catatan terpenting di tahun 2022 ini, volume yang diserap Bulog memang lebih kecil," ujarnya.
BACA JUGA: Polemik Stok Beras, Sultan Minta Bulog dan Kementan Bersinergi Perluas Program Kemitraan
Khudori mengatakan, Apabila penyerapan Bulog dilakukan dalam jumlah besar, tetapi disisi lain outlet di hilirnya tidak tersedia maka yang terjadi adalah timbulnya maslah baru.
Karena itu, kata Khudori, musim panen tahun ini harus bisa dioptimalkan Bulog dalam melakukan penyerapan.
Apalagi dalam masa panen seperti ini kondisi beras biasanya mengalami surplus yang cukup besar.
"Nah, sekarang karena musim paceklik di sinilah sebetulnya konsentrasi kerja Bulog untuk melakukan operasi pasar mengamankan harga di hilir," katanya.
Disisi lain, kata Khudori, peran Bulog juga harus bisa fokus pada sistem hilir yaitu mengamankan harga di level konsumen.
Namun, apabila Bulog tetap masuk pada level pasar untuk melakukan penyerapan dan berkompetisi dengan pelaku usaha yang lain maka bukan tidak mungkin harga yang ada saat ini akan semakin tertekan.
"Jadi, sebenarnya pengambilan stok dari penggilingan dan pedagang itu sangat memungkinkan karena berdasarkan data Bapanas di minggu ketiga November stoknya 6,5 juta ton," tuturnya.
Sejak awal, lanjutnya perdebatan perlu tidaknya impor beras bisa diselesaikan melalui penyerapan stok beras di penggilingan.
Dirjen Tanaman Pangan menjelaskan ada sekraskinraitar 350-360 ribu ton di penggilingan.
"Tapi itu tidak terserap oleh Bulog karena ada dua isu. Isu pertama kualitas dan kedua harga. Jadi, kualitasnya itu tidak memenuhi kualitas Bulog dan harganya tidak masuk di harga yang di patok Bulog" jelasnya. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorong Bulog dan Kementan Bersinergi, Sultan: Jangan Merugikan Petani
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian