Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah Langgar UU Pilkada

Selasa, 22 Februari 2022 – 21:00 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Dok.JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang kedua uji materi atau judicial review Pasal 201 Ayat (10) dan ayat (11) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota pada Selasa (22/2).

Sidang perkara dengan 15/PUU-XX/2022 hari ini agendanya merupakan perbaikan permohonan.

BACA JUGA: Warning dari Mardani PKS Buat Calon Penjabat Kepala Daerah, Tegas

Menurut Sulistyowati revisi yang dilakukan terkait legal standing para pemohon mengenai kerugian konstitusional yang diderita, disertai bukti-bukti pendukung.

Berikutnya mempertajam isi permohonan dalam posita atau duduk perkara yaitu adanya elaborasi mengenai pemilu serentak.

BACA JUGA: Gerindra Usulkan Pembentukan Tim Khusus Terkait Proses Penunjukan Penjabat Kepala Daerah

"Para pemohon memahami bahwa Pilkada serentak 2024 menyebabkan mereka tidak bisa menggunakan haknya pada tahun 2022 atau 2023," kata Sulistyowati dalam keterangannya, Selasa (22/2).

Sulistyowati berharap majelis hakim mengabulkan permohonan agar kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022 dan 2023 dapat ditunjuk menjadi penjabat kepala daerah guna menyiapkan Pilkada serentak 2024.

BACA JUGA: Masa Krusial, Gubernur Lantik Penjabat Sekdaprov

"Artinya penjabat kepala daerah berasal dari ASN dikesampingkan," kata Sulistyowati.

Karena jika dilihat aturan sejak awal, kata Sulistyowati, kepala daerah tidak boleh merupakan anggota TNI, Polri dan ASN, sesuai Pasal 7 ayat (2) huruf t UU No.10/2016.

"Pasal 7 UU 10/2016 intinya menyatakan jika jabatan tersebut diatas harus mengajukan surat pengunduran diri," kata Sulistyowati.

Lebih lanjut dalam Pasal 70 ayat (1) UU No.10/2016, dalam melakukan kampanye tidak diperbolehkan melibatkan pejabat BUMN, BUMD, TNI, Polri, ASN, kepala desa dan perangkatnya

"Lantas bagaimana bisa penunjukan penjabat dari ASN, sedangkan dalam kampanye ketika pemilu saja keterlibatannya dilarang," kata Sulistyowati.

Keempat, mengenai Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2021 tentang Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Bagi Daerah Dengan 

Dalam instruksi tersebut menyatakan bahwa penentuan tujuan dan sasaran pada penyusunan Rencana Pembangunan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2023-2026, didasarkan pada visi misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi/Kabupaten/Kota, analisa sasaran pokok dan arah kebijakan RPJPD Provinsi/Kabupaten/Kota Tahap Keempat dan isu stategis aktual.

Adapun visi misi dari rencana pembangunan daerah bisa dikatakan dapat dicerminkan dari visi dan misi tujuan para kandidat terpilih ketika pilkada.

"Namun jika munculnya penjabat kepala daerah didasarkan hanya pada penunjukan darimana rencana pembangunan daerah bisa dilakukan?" tanya Sulistyowati.

Apakah bisa penjabat yang ditunjuk tersebut membuat rencana pembangunan daerah selain sesuai dengan visi misi RPJPD juga sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut yang sebelumnya sudah tercakup dalam visi misi kepala daerah terpilih, sedangkan penjabat kepala daerah yang ditunjuk itu belum tentu mengerti kebutuhan daerah tersebut.

"Bagaimana mungkin visi misi kepala daerah sebelumnya namun yang melakukan adalah penjabat kepala daerah," demikian Sulistyowati.

Sementara para pemohon adalah Moh Sidik, Dewi Nadya Maharani, Suzie Alancy Firman, Rahmatulloh dan Mohammad Syaiful Jihad yang memberi kuasa kepada Sulistyowati dkk. (dil/jpnn)

 

Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler