jpnn.com, BEKASI - Ketua Forum Honorer K2 Kota Bekasi Muhammad Rahmat Derajat mempertanyakan kebijakan pemerintah yang memprioritaskan orang asli Papua (OAP) menjadi PNS.
Pengangkatan honorer K2 untuk provinsi baru pemekaran Papua dinilai memicu perpecahan sesama anak bangsa.
BACA JUGA: DPRD Siap Kawal 1.253 Guru Honorer Lulus PG Tanpa Formasi Segera Terima SK PPPK
"Diskriminasi sekali ya, kenapa cuma honorer K2 Papua yang diangkat PNS sampai batas usia 50 tahun. Daerah lainnya bagaimana," kata Rahmat kepada JPNN.com, Minggu (3/7).
Dia menyebutkan, 500 honorer K2 di Kota Bekasi sangat iri dengan keputusan pemerintah dan DPR tersebut.
BACA JUGA: Baru 30% Kursi PPPK Terisi, Pengangkatan Massal Mendesak, Jika Tidak...
Kebijakan itu dinilai tidak berkeadilan sosial.
Rahmat berpendapat pemerintah terlalu menganakemaskan Papua, sedangkan daerah lain dipersulit.
BACA JUGA: Honorer Dihapus, Rekrutmen PPPK Setengah Hati, Ada Potensi Tsunami Pendidikan, Ngeri
"Rasanya sangat tidak adil ketika kami dihadapkan dengan rencana penghapusan honorer dan outsourcing, saudara kami di Papua malah diangkat PNS," ucapnya.
Jika pemerintah tidak mau ada konflik berkepanjangan, Rahmat mengusulkan untuk memberikan hak sama kepada honorer K2 di daerah lain.
Syaratnya, honorer K2 yang sudah ada di database Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan telah memiliki surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM).
Secara nasional, jumlah honorer K2 yang tersisa sekitar 300 ribu. Untuk honorer K2 di Kota Bekasi 500 orang.
Ada yang berumur 50 tahun ke atas. Banyak juga di atas 37 tahun.
"Kami honorer K2 khususnya tenaga teknis dan administrasi menuntut keadilan di negara ini. Kami ingin seperti di Papua, diangkat PNS 50 tahun ke bawah," serunya.
Dalam raker Komisi II DPR dan MenPAN-RB ad interim Mahfud MD serta pejabat eselon 1 lintas instansi pada 28 Juni, disepakati honorer K2 OAP maksimal 50 tahun diangkat menjadi PNS.
Mereka nantinya akan ditempatkan pada tiga provinsi baru, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. (esy/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Mesyia Muhammad