Penganiayaan Muhammad Kece Akibat Masalah Individu, Masyarakat Jangan Terprovokasi

Selasa, 21 September 2021 – 19:00 WIB
Arsip Foto - Irjen Pol Napoleon Bonaparte usai hadiri persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/9/2020). ANTARA/Laily Rahmawaty/am.

jpnn.com, JAKARTA - Muhammad Kosman alias Muhammad Kece (MK) telah melaporkan dugaan penganiayaan yang dilakukan Irjen Napoleon Bonaparte (NB) ke Bareskrim Polri.

Saat ini, kasus itu tengah diusut Bareskrim Polri

BACA JUGA: Bareskrim Ungkap 3 Tahanan Menemani Napoleon, Salah Satunya Eks Petinggi FPI

Ahli sosiologi hukum Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berharap masyarakat tidak terprovokasi terkait kasus penganiayaan tersebut. 

Sebab, ujar dia, kasus itu merupakan permasalahan individu. 

BACA JUGA: Surat Terbuka Napoleon Mempertegas Motif Menganiaya Muhammad Kece

"Jangan terprovokasi. Ini masalah individu, bukan masalah atribut sosial sebagai muslim," kata Trubus Rahadiansyah dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (21/9). 

Trubus menilai tindakan Napoleon Bonaparte dianggap tidak proporsional dengan mengangkat alasan membela agama Islam atas perbuatannya kepada publik melalui surat terbuka.

BACA JUGA: Bareskrim segera Tetapkan Tersangka Penganiayaan Muhammad Kece 

"Jadi, kalau ditinjau secara sosiologi, ada interaksi antara NB dan MK, dimana dalam interaksi itu tidak berlangsung harmonis," ujar Trubus.

Menurutnya, dalam ilmu sosiologi hukum ada pihak yang memperoleh perlakuan sebagai stimulus pesan, dimaknai secara berbeda. 

Dengan pelaku NB dan korban adalah MK, kata dia, maka perkara ini bersifat individual.

Dia menjelaskan Napoleon Bonaparte tidak mewakili atribut sosial sebagai seorang polisi, ataupun karena beragama Islam.

 “Maka, ini bukan perilaku institusional,” tegasnya. 

Begitu pula dengan Muhammad Kece, lanjutnya, tidak mewakili perilaku institusional dirinya sebagai korban. 

“Saya tidak tahu atribut apa yang melekat dengan MK, kalau NB, kan, semua orang mengenalinya dengan latar belakang polisi," tutur Trubus.

Lebih lanjut Trubus menilai bahwa kasus tersebut unik karena tiba-tiba publik dihebohkan dengan surat terbuka dari NB yang mengakui dirinya telah melakukan penganiayaan terhadap MK di dalam rutan. 

Padahal, kata dia, sebelumnya publik sendiri tidak memahami ada permasalahan ini. 

Selain itu, isu tersebut baru ramai diperbincangkan publik hampir satu bulan pasca-kejadian.

Dalam surat terbuka itu, lanjut dia,  NB melakukan pembelaan bahwa penganiayaan dilakukan atas dasar membela agama. 

“Ini. kan, yang akhirnya menimbulkan sentimen argumen di publik," ujarnya.

Menurut Trubus, ketika membaca utuh surat terbuka itu, NB juga mengungkapkan MK dianggap memecah belah persatuan dan kesatuan. 

Tanpa disadari, kata dia, tindakan NB yang dalam sosiologi dinilai tidak proporsional, akan menggiring pada pro dan kontra opini di masyarakat.

"Poin saya dalam hal itu adalah jangan melihat apa yang tersuratnya, tetapi lihat meaning (makna) yang akhirnya mempertontonkan sebuah akrobat isu tertentu, yang diasumsikan karena kepentingannya NB tidak terpenuhi," kata Trubus.

Dia berpesan masyarakat jeli melihat permasalahan itu. 

Perkara tersebut terlihat memiliki rancang bangun untuk membuat segala sesuatunya bisa digiring untuk memojokkan atau membenarkan salah satu pihak. (antara/jpnn)

 

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler