Pengendara Moge Lebih Dilindungi, IPW: Berapa Biaya Pengawalan Diterima Polisi?

Senin, 17 Agustus 2015 – 08:31 WIB
Pengendara Moge Lebih Dilindungi, IPW: Berapa Biaya Pengawalan Diterima Polisi? Foto: IST

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane memberi apresiasi pada Elanto Wijoyono pengendara sepeda di Jogja yang memprotes dan menghadang rombongan pengendara motor gede yang bersikap seenaknya.

Apa yang dilakukan Elamto itu menjadi pembelajaran dan patut dicontoh anggota masyarakat lain, yakni jika menemukan pelanggaran jangan takut untuk bersikap, memprotes dan bertindak agar arogansi pengendara moge tidak berkembang dan para pelanggar tahu diri.

BACA JUGA: Ikut Upacara HUT RI, Ribuan Kader Gerindra 3 Hari Tidur di Barak

Sebaliknya, IPW menyayangkan sikap elit Polri yang cenderung membela pengendara moge dan menyalahkan pesepeda tersebut. Menurut Neta, elit-elit Polri membaca undang-undang hanya sepotong-sepotong, dan hanya berdasarkan kepentingan yang sempit, yakni kepentingan pengawalan yang dilakukan polisi dan kepentingan pengendara moge tanpa peduli dengan kepentingan masyarakat luas di jalanan.

"Jika mau jujur, apa sih manfaatnya moge untuk kepentingan rakyat banyak, dan harus diingat undang-undang itu dibuat untuk kepentingan rakyat banyak," kata Neta, Senin (17/8).

BACA JUGA: Bedanya Souvenir untuk Tamu HUT RI di Istana era SBY dan Jokowi

Artinya, lanjut dia, kalau para elit Polri itu memang benar-benar sebagai polisi sejati, yang berpihak pada kepentingan rakyat banyak, seharusnya mereka melarang dan tidak mengizinkan konvoi moge.

"Sehingga tidak ada masalah," tegasnya.

BACA JUGA: 4 Ribu Kader Gerindra Upacara Bendera di Bogor

Apalagi, Neta menambahkan, semua orang tahu jika libur panjang kota Jogja selalu padat dan macet. Artinya, jika elit elit Polri peka, seharusnya mereka bersikap preventif, tidak mengizinkan konvoi moge yang selama ini cenderung arogan, sehingga tidak ada protes dari warga.

"Sayangnya, sudah tidak peka, elit-elit Polri hanya menyalahkan si pesepeda, sehingga membikin pembenaran seenaknya sendiri atas nama undang-undang," jelasnya.

"Kalau mau jujur, apakah polisi berani membuka secara transparan berapa biaya pengawalan yang mereka dapat dari rombongan moge itu," timpal Neta.

IPW berharap elit-elit Polri bertindak adil, tidak diskriminatif dan jangan hanya membela arogansi pengendara moge. Sementara dalam konvoi takbiran Idul Fitri maupun Idul Adha, polisi cenderung "melarang", dengan cara membatasi, mengalihkan, dan menghalau. Bahkan, belakangan polisi melarang konvoi sahur on the road di kota-kota besar.

"Tapi untuk konvoi moge polisi begitu memprioritaskannya," tegasnya.

Belajar dari kasus Jogja ini Kapolri, Kakorlantas dan para kapolda harus mengingatkan aparaturnya agar jangan mau diperalat untuk memenuhi arogansi pengendara moge. Pengawalan moge harus ditata ulang dan dalam jumlah terbatas agar mereka tidak arogan.

Dan untuk kasus Jogja petugas dan Dirlantasnya perlu ditegur agar tidak lupa bahwa Jogja adalah kota wisata yang setiap libur panjang selalu padat dan macet sehingga tidak asal melakukan pengawalan terhadap moge.

"Kalau pun pengendara moge mau gaya-gayaan, mereka bisa melakukannya di Papua atau Kalimantan sehingga tidak mengganggu masyarakat pengguna jalan di kota-kota besar," pungkasnya.(boy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Misteri Paku Payung yang Disebar di Istana dan Kesempurnaan Detik-detik Proklamasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler