Pengesahan RUU MA Tanpa Hambatan

Usia Pensiun Hakim Agung Tetap 70 Tahun, BPK Audit Biaya Perkara

Kamis, 18 Desember 2008 – 22:51 WIB
JAKARTA - Kontroversi tentang usia hakim agung dalam Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Mahkamah Agung akhirnya menemui kata akhir dengan pengesahan RUU tersebut pada paripurna DPR Kamis (18/12) malamKetukan palu Ketua DPR RI Agung Laksono seolah memungkasi perdebatan usia hakim agung di DPR yang dipersoalkan Fraksi PDIP dan PPP.

Bahkan tidak ada voting ataupun lobi-lobi yang biasanya dilakukan fraksi-fraksi sebelum pengambilan keputusan atas RUU pada paripurna dilakukan

BACA JUGA: Daerah Baru Ternyata Bisa Swasembada Pangan

Dengan demikian, usia pensiun hakim agung tetap 70 tahun.

Sebelum Ketua DPR mengetokkan palu sebagai tanda disetujuinya RUU MA menjadi UU, masing-masing fraksi diberi kesempatan menyampaikan pendapat akhir
Menurut juru bicara Fraksi PPP, Ahmad Kurdi Mukri, fraksinya tetap menyoroti persoalan krusial tentang usia pensiun hakim agung

BACA JUGA: Komite Aksi Migrant Sambangi Istana

"PPP berpendapat usia pensiun adalah 67 tahun yang bisa diperpanjang," ujarnya.

Kurdi menambahkan, pertimbangan usia pensiun 67 yang dapat diperpanjang itu adalah dengan memperhatikan jenjang pensiun hakim di Pengadilan Negeri (52 tahun) dan Pengadilan Tinggi 65 tahun
"Sehingga layak jika usia pensiun hakim agung 67 tahun

BACA JUGA: FPDIP : Absensi Bukan Ukuran Kinerja DPR

Ini sekaligus memberi kesempatan lebih luas pada hakim karirUsia 67 juga disamakan dengan hakim konstitusi," sambungnya.

Sedangkan Arbab Paproeka yang menjadi jubir FPAN menyatakan, hakim agung harus punya kearifan"Usia 70 tahun dianggap telah membuat seseorang berorientasi nurani dan akan memperhatikan nilai-nilai  yang akan dipertanggung-jawabkan pada Tuhan," tuturnya.

Sedangkan Juru bicara Fraksi PKS Makmur Hasanuddin menyatakan, fraksinya setuju perpanjangan usia hakim agung menjadi 70 tahun"Kebutuhan reformasi MA dan peradilan di bawahnya bukan faktor usia pensiunPersoalan usia pensiun jangan jadi pengghambat di tubuh MA,'' cetusnya.

Sebelumnya, Ketua Panja RUU MA Maiyasyak Johan dalam laporannya di hadapan paripurna DPR mengatakan, hal yang menjadi pokok perhatian di RUU MA justru pada pengawasan hakim agung"Salah satu masalah penting adalah bagaimana menyusun format hakim agungPerlu kejelasan tentang pengawasan yang menjadi kewenangan MA dan KY,'' kata Maiyasyak.

Menurut wakil Ketua Komisi III DPR dari FPPP ini, pengawasan internal hakim MA masih diperlukan meski sudah ada ada pengawasan eksternalAlasannya, agar agar pengawasan menjadi lebih komprehensifKarenanya Maysasyak mengusulkan perlunya kerjasama antara MA dan Komisi Yudisial.

Sedangkan menyangkut penggawasan anggaran MA, RUU MA telah mengatur bahwa biaya perkara maupun panitera masuk sebagai pemasukan negara bukan pajak, yang diperiksa oleh BPK sesuai peraturan peradilan.

Akhirnya setelah Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta selaku wakil pemerintah memberikan pendapat akhir pemerintah, Ketua DPR Agung Laksono yang memimpin sidang langsung menanyakan ke peserta sidang"Apakah RUU MA bisa dijadikan sebagai undang-undang?" tanya Agung yang lanngsung dijawab 'Setuju' oleh sekitar 30 anggota DPR yang masih bertahan di paripurna.

Meski demikian pengesahan itu bukannya tanpa protesSejumlah interupsi dari anggota PDIP, PPP, maupun PKS tidak diberi kesempatan oleh Agung Laksono

Anggota FPDIP Irmadi Lubis menuding Agung Laksono telah melanggar tata tertib DPR"Pimpinan sidang harus taat pada tata tertibKalau ada yang tidak sepakat, harus dilakukan lobi," ujar Irmadi.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Umumkan Nama-nama Anggota DPR Pemalas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler