jpnn.com, JAKARTA - Pengesahan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) membawa angin segar, bukan hanya untuk korban pelecehan tetapi juga menciptakan rasa aman dalam lingkungan kerja perempuan di Indonesia.
Diketahui, angka kekerasan seksual di Indonesia mengalami tren peningkatan di masa pandemi COVID-19.
BACA JUGA: Puan Apresiasi Masyarakat Sipil Bantu Wujudkan UU TPKS
Kekerasan ini lebih banyak dialami para perempuan dan anak-anak. Berdasarkan data dari Kementerian PPPA, kasus kekerasan telah bertambah sebanyak 31 juta kasus pada 6 bulan pertama pandemi dan meningkat sampai pada angka 15 juta kasus per tiap 3 bulan selanjutnya.
"Kami tahu, pengesahan Undang-undang TPKS ini memakan waktu yang panjang. Sejak 2012 Komnas Perempuan telah menggagas RUU PKS. Baru 2016 draft RUU P-KS diserahkan kepada pimpinan DPR. Apresiasi kepada DPR dan Pemerintah serta para sahabat perempuan dan anak, dengan pengesahan ini masa depan anak dan perempuan di Indonesia semoga akan lebih aman terlindungi karena adanya implementasi pencegahan dan penanganan, serta pemulihan korban kekerasan seksual dengan disahkannya UU TPKS," tutur Rina Prihatiningsih, aktivis perempuan yang juga Co-Chair G20 Empower.
BACA JUGA: Rerie Minta Penegak Hukum Maksimalkan UU TPKS untuk Pencegahan dan Perlindungan
Dia mengharapkan ke depannya bisa mendorong anak dan perempuan mengembangkan potensi diri untuk berdaya dan maju dengan rasa aman tanpa waswas dalam mendukung ketahanan bangsa dan negara.
Sebab, lahirnya Undang-undang TPKS merupakan salah satu dukungan aksi mendorong terciptanya lingkungan kerja yang aman dari kekerasan seksual bagi perempuan.
BACA JUGA: Puan Maharani: UU TPKS Disahkan, Bukti Perjuangan Bagi Korban Kekerasan Seksual
Hal ini juga merupakan salah satu isu prioritas dari Group of 20 (G20) Empower, dalam hal menciptakan dan membangun aksi proaktif sektor swasta dan publik dalam memastikan lingkungan kerja yang aman bagi perempuan.
"Karena itu, saya sebagai Co-Chair G20 EMPOWER Indonesia dan Wakil Ketua Umum DPP IWAPI Bidang Litbang dan Ketenagakerjaan, menyambut dengan sukacita dan sangat apresiasi atas kerja keras semua pihak dengan lahirnya UUTPKS ini," katanya.
Sebab kenyataannya di Indonesia, lanjut Rina, partisipasi angkatan kerja perempuan masih rendah. Masih banyak yang bekerja di sektor informal.
Lahirnya UUTPKS menjadi harapan bisa mendorong terciptanya lingkungan kerja yang aman dari kekerasan seksual.
Melalui lingkungan kerja yang aman bagi perempuan, konstruksi sosial dan budaya mendukung, diharapkan partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat.
Dihapusnya Dua Poin di UUTPKS
Meski begitu, Rina juga menyayangkan adanya penghapusan dua poin yakni pemerkosaan dan aborsi dalam undang-undang tersebut.
DPR RI dan pemerintah diminta memiliki solusi dari penghapusan poin yang dianggap sangat penting tersebut.
"Sangat disayangkan penghapusan 2 poin pemerkosaan dan aborsi yang merupakan roh dari UU ini. Saya harap pemerintah bisa memberikan solusi yang tepat guna juga dalam penerapannya. Untuk itu kita harus terus kawal UU TPKS ini agar UU ini tidak mandul," katanya. (flo/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Natalia