Penggelapan Pajak Rugikan Negara Triliunan Rupiah, Pandora Paper Jangan Sampai Lolos

Kamis, 07 Oktober 2021 – 09:47 WIB
Ekonom menyebut efek penggelapan pajak tidak sepele, estimasi nilai yang hilang hingga triliunan rupiah. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Isu Pandora Papers mencuat ke permukaan dengan sejumlah nama orang penting di Indonesia.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai data Pandora Papers tidak bisa dianggap angin lalu.

BACA JUGA: Penuh File Rahasia, Ini Penjelasan soal Pandora Papers

Pasalnya, menaruh dana dalam jumlah besar di negara bebas pajak termasuk penggelapan pajak.

"Penggelapan pajak di dalam dokumen Pandora Papers telah berkontribusi pada rendahnya rasio pajak di Indonesia," ungkap Bhima kepada JPNN.com.

BACA JUGA: Anwar Ibrahim Minta Pandora Papers Dibahas di Parlemen Malaysia

Padahal, menurut Bhima, pengusaha menggambil SDA dari Indonesia, tapi hasilnya justru hasilnya dibawa lari ke luar negeri dan tidak disimpan di dalam negeri.

"Harusnya wajib pajak badan membayar pajak penghasilan sebesar 25 persen misalnya, tapi di Bahama nol persen. Kan artinya negara kehilangan penerimaan yang besar," ungkap Bhima.

BACA JUGA: Aset Raja Abdullah Diumbar, Yordania Benarkan Isi Pandora Paper

Efek penggelapan pajak tidak sepele, estimasi nilai yang hilang dari praktik tax haven ini sebesar USD 2,4 miliar atau Rp 33,6 triliun pada 2018.

Bhima menyebut penggelapan pajak merupakan problem serius bagi penegakan kepatuhan perpajakan.

"Penggelapan pajak (tax evasion) dengan memanfaatkan perusahaan cangkang di luar negeri bisa dipidanakan," tegas dia.

Misalnya, lanjut Bhima, perusahaan atau perorangan memindahkan harta ke perusahaan cangkang yang nilainya berbeda dari yang dicantumkan dalam laporan pajak secara sengaja, maka bisa disebut penggelapan pajak.

Hal itu juga dijelaskan dalam Peraturan Presiden No. 13/2018 tentang kewajiban korporasi menyampaikan laporan beneficial ownerships (BO) atau pemilik manfaat sesungguhnya dari korporasi kepada Kemenkumham.

Bhima menjelaskan perusahaan cangkang biasanya digunakan wajib pajak perorangan dan korporasi dalam praktik manipulasi transaksi bernilai besar sehingga mempersulit penegakan kepatuhan pajak di negara asalnya.

"Negara-negara yang sering disebut di Panama Papers sampai Pandora Papers kan tidak jauh dari British Virgin Island, Kep Bahama, Panama dan Dubai sering disebut sebagai surga pajak," ungkapnya.

Lebih lanjut, kata Bhima, biasanya negara yang dijadikan tax haven sulit sekali diajak kerja sama pertukaran data dengan pemerintah Indonesia.

Oleh karena itu dari data Pandora Papers, sebaiknya pemerintah langsung membuat Satuan Tugas khusus lintas Kementerian /Lembaga untuk melakukan penyidikan dugaan penggelapan pajak.

Pihak yang namanya tersangkut Pandora Papers bisa dipanggil untuk dimintai keterangan dan melampirkan bukti-bukti.

"Apabila laporan LHKPN, laporan SPT, sampai informasi di laporan keuangan dan transaksi ternyata berbeda dengan fakta dan pihak terkait tidak bisa memberikan sanggahan maka kasusnya bisa naik ke tahap pemeriksaan wajib pajak," kata Bhima.

Selain itu, jika ada pejabat negara yang namanya masuk dalam Pandora Paper, tetapi tidak mampu menjelaskan asal dana dan memberikan klarifikasi dengan bukti yang kuat, sebaiknya mundur sebagai tanggung jawab moral.

Bhima menuturkan kasus serupa juga pernah terjadi di Islandia.

Saat itu, nama Perdana Menteri masuk dalam Panama Papers, kemudian diberhentikan oleh Mahkamah Agung.

Ada juga kasus Menteri Perindustrian di Spanyol yang mengundurkan diri saat tersangkut kasus Panama Papers.

"Sangat disayangkan sejak adanya Panama Papers tahun 2016 yang memuat informasi terkait penggelapan pajak lintas negara, beberapa nama-nama yang disebut dalam laporan masih bebas melakukan aktivitas bisnis, bahkan duduk di pemerintahan tanpa ada konsekuensi hukum apapun," tutur Bhima.

Dia berharap Pandora Papers tidak mengulang lagi kejadian laporan sebelumnya, seakan terjadi normalisasi praktik perusahaan cangkang di tax haven.

"Padahal, pemerintah sedang berkomitmen melakukan reformasi pajak lewat RUU HPP," tegas Bhima.

Sebelumnya, nama Luhut Binsar Pandjaitan terseret dalam Pandora Papers.

Pandora Papers adalah laporan yang membocorkan harta tersembunyi, penggelapan pajak, serta kasus pencucian uang yang melibatkan orang terkaya dan berkuasa di dunia.

Pandora Papers berisi sekitar 12 juta file berupa dokumen, foto, dan email.

Laporan tersebut adalah hasil temuan lebih dari 600 jurnalis yang berasal di 117 negara. Dokumen Pandora Papers berisi data terkait kekayaan rahasia para elite kaya di lebih dari 200 negara dan wilayah di dunia.

Juru bicara Menko Marves Jodi Mahardi membenarkan bahwa Luhut Binsar sempat menjabat sebagai Direktur Utama/Ketua Perusahaan pada Petrocapital SA pada 2007-2010. Petrocapital SA merupakan perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Republik Panama.

Perusahaan itu didirikan pada 2006 oleh Edgardo E Dia dan Fernando A Gil. Petrocapital memiliki modal disetor senilai USD 5.000.000, salah satu bidang usahanya adalah minyak dan gas bumi.

Jodi mengatakan Petrocapital SA semula akan digunakan untuk pengembangan bisnis di luar negeri, terutama di wilayah Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Namun, dalam perjalanannya terdapat berbagai macam kendala terkait dengan lokasi geografis, budaya, dan kepastian investasi. Luhut pun memutuskan mengundurkan diri. (mcr10/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler