jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Kaka Suminta menyoroti sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2/2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Kaka khawatir pasal-pasal dimaksud berpotensi mengurangi kualitas demokrasi.
BACA JUGA: KIPP Temukan Kejanggalan Pemungutan Suara di Malaysia
Pertama, terkait kewenangan KPU yang tertuang dalam pasal 122 A atau 3. Disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan, diatur dalam peraturan KPU.
"Saya kira hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Apakah tata cara damaksud harus mengacu pada seluruh ketentuan dalam UU 10/2016 atau disesuaikan dengan kebutuhan terkait standar covid-19," ujar Kaka dalam pesan tertulis, Selasa (12/5).
BACA JUGA: Pemilu Amerika Serikat di Depan Mata, Tiongkok Dukung Siapa?
Kedua, terkait ketentuan yang diatur dalam pasal 122 A ayat 2 yang berbunyi, pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, pemerintah dan DPR.
"Kami menilai pasal ini berpotensi melahirkan intervensi pemerintah dan DPR. Yaitu melalui frasa 'persetujuan bersama'. Ini bertentangan dengan pasal 22E UUD tahun 1945, yang menyebutkan bahwa KPU bersifat nasional, tetap dan mandiri.
BACA JUGA: DPR Setujui Perppu Corona jadi Undang-Undang
Kaka juga menyebut, dalam Perppu 2/2020 tidak diatur kewenangan pengawasan oleh Bawaslu, apakah ditambahkan atau disesuaikan dengan kondisi dan isi dari Perppu dimaksud. (gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang