Langkah Pemerintah Indonesia menambah rumah sakit rujukan untuk pasien COVID-19 patut diapresiasi. Namun bagaimana bila rumah sakit tersebut berdekatan bahkan ada di dalam area permukiman?

Sudah dua minggu belakangan, ada aktivitas yang berbeda di pertokoan Lippo Plaza, yang letaknya berada di dalam kawasan Apartemen Nine Residence di Kawasan Mampang, Jakarta Selatan.

BACA JUGA: HKTI Bersama MAC Bagikan Makanan Bergizi untuk Tenaga Medis Hadapi COVID-19

Kawasan yang tadinya merupakan pusat perbelanjaan Lippo Plaza Mampang dialihfungsikan menjadi Rumah Sakit Siloam yang menjadi rujukan pasien COVID-19.

Rumah sakit tersebut akan dioperasikan sebagai salah satu rumah sakit rujukan bagi pasien COVID-19, seperti yang dikatakan Lippo Karawaci.

BACA JUGA: Prihatin, Pemakaman Pasien Corona Ditolak Warga Terjadi Lagi

"Lippo tergerak untuk membantu pemerintah mengatasi pandemic COVID-19 yang saat ini perlu dipenuhi kebutuhannya," kata Danang Kemayan, Direktur Humas Lippo Karawaci, seperti yang ditulis tirto.id Jumat (03/04) lalu. Photo: Persiapan terus dilakukan di Rumah Sakit Darurat COVID-19 di Gedung Lippo Plaza Mampang, Jakarta, Jumat (03/04). (Supplied: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

 

BACA JUGA: Ada Anggota DPR yang Risau Melihat Cara Pemerintah Tangani Corona

Menurut Danang, rumah sakit tersebut akan memiliki 415 tempat tidur dan dilengkapi dengan fasilitas yang sama dengan rumah sakit COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran. Penghuni dan pemilik apartemen tidak diberi tahu

Salah satu pemilik unit di Apartemen Nine Residence, Arief Rakhmadani, mengaku khawatir atas adanya pengalihfungsian tersebut tanpa pemberitahuan sama sekali dari pihak Lippo kepada para pemilik atau penghuni apartemen.

"Saya pribadi menyambut baik usaha Lippo untuk membantu pemerintah menangani COVID-19 ini, tetapi tidak adanya informasi kepada penghuni dan pemilik apartemen sangat kami sayangkan dan ini jadi pertanyaan saya mengenai prosedur perizinan dari RS ini," kata Arief kepada Hellena Souisa dari ABC News. External Link: Twitter Nadia

 

"Kalau penghuni aja nggak dikasih tahu, bagaimana dengan warga sekitar gedung yang populasinya padat," sambungnya.

Menurut Arief, para pemilik dan penghuni apartemen mengetahui adanya pengalihfungsian ini dari media sosial dan media online, bukan dari pihak manajemen.

"Penyewa unit dan tenant lainnya sudah berkali-kali meminta keterangan kepada manajemen Gedung," kata Arief yang memiliki unit apartemen di lantai 8 gedung ini.

Hal senada juga disampaikan penghuni apartemen lainnya, Alyssa Chairiena, yang menyesalkan informasi penting yang tidak disampaikan manajemen gedung.

Keberadaan rumah sakit di area huniannya juga membuatnya khawatir, apalagi setelah pemerintah sendiri menganjurkan untuk tidak ke mana-mana dan bekerja dari rumah.

"Kita sebenarnya ingin mengikuti anjuran pemerintah untuk social distancing dan stay di rumah, tapi sekarang malah rumah kita mau dijadikan satu akses dengan rumah sakit yang menangani orang-orang yang sudah positif COVID-19," kata Alyssa.

Sabtu kemarin (04/04), pihak manajemen pengelolan apartemen menggelar pertemuan, setelah beberapa penghuni dan pemilik, lewat media sosial, mempertanyakan pembangunan rumah sakit COVID-19 di area apartemen yang dihuni oleh setidaknya 100 orang kepala keluarga.

Pertemuan tersebut dihadiri perwakilan penghuni dan pemilik apartemen, manajemen Gedung, perwakilan dari Lippo, RS Siloam, Pemprov DKI Jakarta, Wali Kota Jakarta Selatan, dan Dinas Kesehatan.

"Pertanyaan saya mengenai perizinan dijawab oleh Dinkes yang mengatakan bahwa RS Siloam ini sudah mengantongi izin," kata Arief.

"Tetapi saat saya tanyakan apakah Dinkes mengetahui ada penghuni tinggal di gedung ini dan RS COVID-19 ini menyatu dengan tempat tinggal penghuni, tidak ada jawaban. Hanya disampaikan rumah sakit akan mulai beroperasi hari Minggu ini (05/04). Menolak tapi bukan berarti tidak empati

Perwakilan penghuni akhirnya hanya bisa menyerahkan surat penolakan dari penghuni serta dari warga sekitar Lippo Plaza Mampang.

Penolakan ini, menurut Arief dan Alyssa, bukan berarti para penghuni tidak empati terhadap perjuangan melawan COVID-1 Photo: Penghuni dan pemilik Apartemen Nine Residence menyampaikan penolakan pembangunan rumah sakit rujukan COVID-19 di area hunian mereka. (Supplied: Arief Rakhmadani)

 

"Aku mendukung banget Indonesia saling membantu untuk penyelesaian COVID-19. Kudos untuk semua dokter dan perawat," kata Alyssa.

"Tapi kita di sini berusaha stay at home supaya tidak terkena penyakit. Jadi, apa adil untuk aku bilang jangan bikin rumahku jadi titik penanganan?" tambahnya.

"Kami tidak setuju, karena Lippo Plaza Mampang bukan hanya mall seperti yang diberitakan oleh banyak media, tapi ada penghuni yang tinggal di sini, termasuk lansia dan anak-anak," kata Arief.

Sebagai langkah perlawanan terakhir, para penghuni membentangkan spanduk supaya pihak-pihak terkait bisa menimbang ulang keberadaan rumah sakit COVID-19 di area apartemen mereka.

RS Siloam di Kawasan Mampang Jakarta Selatan ini bukan satu-satunya tempat yang didirikan atau dialihfungsikan menjadi rumah sakit rujukan pasien COVID-19.

Wisma Atlet Kemayoran dan bekas camp pengungsi Vietnam di Pulau Galang, Kepualuan Riau, juga dialihfungsikan menjadi rumah sakit COVID-19. Permukiman selama ini menjadi pertimbangan Photo: Presiden Joko Widodo (kanan) memberikan arahan kepada Kepala BNPB Doni Monardo (kedua kiri), Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (tengah) saat meninjau Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (01/04). (ANTARA/ Sigit Kurniawan)

 

Tidak seperti RS Siloam yang lokasinya menempel dengan wilayah permukiman, salah satu alasan pemerintah mendirikan rumah sakit darurat di Pulau Galang adalah karena lokasinya yang jauh dari permukiman.

"Kita lihat lokasinya sangat mendukung, selain jauh dari permukiman warga, lokasinya ini juga terbilang sangat asri sehingga pas untuk mendukung sebagai lokasi rumah sakit untuk penanganan kasus virus," ujar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljo, terkait alasan pemilihan Pulau Galang 7 Maret 2020 lalu. Photo: Suasana karantina di hanggar pangkalan militer TNI di Pulau Natuna. (Supplied: Yuliannova Chaniago.)

 

Sebelumnya, pangkalan militer di Natuna yang memiliki fasilitas rumah sakit dan Pulau Sebaru di Kepulauan Seribu, Jakarta, juga dipilih sebagai tempat obesrvasi dan karantina untuk warga Indonesia yang divakuasi dari kota Wuhan, China, serta kru kapal pesiar Diamond Princess dan World Dream.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat itu (01/02) mengungkapkan, alasan Natuna akhirnya dipilih menjadi tempat isolasi adalah karena memiliki rumah sakit yang letaknya jauh dari pemukiman penduduk, yakni sekitar 5-6 kilometer dari permukiman warga. Photo: WNI ABK World Dream tiba di Pulau Sebaru Kecil untuk menjalani observasi, Jumat (28/02). (Supplied: ANTARA)

 

Alasan yang sama juga disampaikan Sesditjen P2P Kemenkes sekaligus Juru bicara Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, saat memilih Pulau Sebaru.

"Ini jauh dari permukiman dan tidak ada masyarakat sekitar yang ada di sana. Kalau pun sehari-hari ada yang singgah, itu hanya nelayan yang mencari ikan di sekitar situ karena ada sumber air yang bagus dan terkelola dengan baik," katanya

Sementara itu, RS Darurat Corona Wisma Atlet Kemayoran berjarak 500 meter dari Kelurahan Sunter Agung, Tanjung Priok.

Dengan demikian, keberadaan RS Siloam yang beroperasi di lantai dasar gedung apartemen bisa jadi adalah kasus satu-satunya rumah sakit COVID-19 yang menempel dan ada di area permukiman.

Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di dunia lewat situs ABC Indonesia

BACA ARTIKEL LAINNYA... Respons Ketua Komisi III Ihwal Pembebasan Napi di Tengah Pandemi Corona

Berita Terkait