Pengin Bikin Jera Koruptor BLBI, Peradin Keluarkan Rekomendasi untuk Satgas Jokowi

Kamis, 02 September 2021 – 19:04 WIB
Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) menyampaikan rekomendasi terkait penanganan BLBI. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) khawatir penanganan kasus BLBI akan dinodai korupsi jika penegakan hukum tidak dilakukan secara tegas dan adil.

Diketahui, pemerintah saat ini sedang gencar melakukan pemanggilan hukum dan penyitaan aset di dalam negeri terhadap para obligor yang terlibat kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI ).

BACA JUGA: Ekonom Tagih Janji Kampanye Jokowi Tuntaskan Mega Skandal BLBI

Melalui Satuan Tugas (Satgas) BLBI bentukan Presiden Joko Widodo (Jokowi), negara sedang berusaha untuk memproses penegakan hukum kasus BLBI.

"Perspektif dalam kasus BLBI ini harus dilihat apakah ada pelanggaran Undang-Undang Keuangan Negara atau Undang-Undang Perbankan Bank Indonesia tidak? Misal ada berarti itu bisa dipidanakan," ujar Ketua Dewan Penasihat BPP Peradin Frans Hendra Winarta, Kamis (2/9).

BACA JUGA: Pemerintah Bakal Menagih Dana BLBI Senilai Rp 110 Triliun Pada 22 Obligor

Sehingga, menurut dia, upaya hukum bisa ditempuh oleh negara melalui pidana dan perdata juga.

"Sehingga upaya hukum yang dilakukan oleh Satgas BLBI sudah sah secara hukum dengan adanya pemanggilan hukum dan penyitaan aset dari koruptor BLBI yang berada di dalam negeri tersebut," kata anggota Governing Board Komisi Hukum Nasional (KHN) Periode 2000-2015 ini.

BACA JUGA: Satgas BLBI Diminta Serius Kembalikan Kerugian Negara

Frans mengatakan, dirinya pernah menjadi anggota Penanganan BLBI pada tahun 2002. Saat itu, kata dia, ada sekitar 30 obligor dengan sejumlah potensi aset dan uang senilai Rp 50 triliun.

"Di situ ada sebuah pelanggaran hukum pidana terutama terkait UU Perbankan BI, misalnya aset dijaminkan beberapa kali," katanya.

Dia mengungkapkan, saat itu juga sudah ada rekomendasi penanganan terhadap para obligor BLBI yang itu sudah diterima dan dipegang oleh Kementerian Keuangan.

"Yang mana hasilnya ada beberapa obligor yang memenuhi putusan negara (compliance) namun ada pula yang masih membandel dengan tidak memenuhi (uncompliance) putusan tersebut," imbuhnya.

Sehingga, dia mengira dengan bukti yang sudah cukup, negara sudah semestinya melakukan penegakan hukum secara tegas dan adil demi menyelamatkan aset dan kas negara, serta memberikan efek jera terhadap para Obligor BLBI yang uncompliance tersebut.

"Catatannya adalah bagi yang sudah compliance, maka tidak bisa dilakukan hal serupa karena mereka sudah memenuhi putusan, sehingga kita bersikap adil, itulah namanya penegakan hukum," ujar Frans Hendra Winarta.

Dia menambahkan, rekomendasi dari Peradin adalah sudah semestinya pemerintah Indonesia menggunakan Legal Assistance dari negara yang sama-sama anggota UNCAC PBB untuk bekerja sama bilateral maupun multilateral guna melakukan penyitaan aset para obligor BLBI yang berada di luar negeri demi penyelamatan kas dan aset negara.

"Dengan tidak adanya kepastian hukum dan keadilan serta menurunnya kepercayaan publik terhadap penegakan hukum (recht handhaving), maka semua aspek kehidupan masyarakat akan terkena imbasnya pula. Artinya secara lugas, hukum sudah saatnya dikembalikan pada akar moralitas, kultural, dan religiusnya," ujarnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler