jpnn.com - DEMI mendapatkan kesempurnaan penampilan, seorang perempuan rela berjam-jam menunggu di klinik kecantikan. Juga menguras isi dompetnya.
WENNY C PRIHANDINA, Batam
BACA JUGA: Ravi Murdianto, Suka Menembak dengan Senjata Laras Panjang
Dr Wilma memandang wajah pasiennya baik-baik. Seorang perempuan muda, berdarah Tionghoa. Tentunya berkulit putih, masih singset.
Tapi ada yang aneh pada bentuk wajahnya. Pipi kanan dan kirinya tidak simetris. Yang kiri turun, yang kanan naik ke atas. Hidungnya mancung tapi bengkok beberapa derajat ke pipi kiri. Sementara dagunya membulat, menonjol, tapi turun.
BACA JUGA: Abduh Lestaluhu, Tidur sambil Berdiri, Senjatanya Jatuh
"Kamu apain wajah kamu?" tanya Dokter Anti-Aging yang menjadi Konsultan Estetis di Klinik Kecantikan Miracle itu terang-terangan.
Perempuan itu sedikit malu untuk memulai cerita. Namun, perlahan, kisah itu mengalir juga. Setahun yang lalu, ia melakukan suntik stem cell di sebuah klinik kecantikan. Klinik itu berlokasi di Batam namun dokternya didatangkan dari luar negeri. Seringnya dari Hongkong.
BACA JUGA: Latihan Militer, Manahati Lestusen Mencuri Mangga, Dihukum...
Dokter itu hanya memberi perintah saja. Petugas sekaligus penerjemah-lah yang melaksanakan perintah dokter tersebut. Ia menyuntik di sejumlah titik di bagian wajah perempuan muda itu.
Tindakan berlangsung cepat. Tidak sampai satu jam, tindakan itu sudah selesai. Perempuan muda boleh pulang asal pembayaran sudah diselesaikan. Dan ia kaget ketika mengetahui biayanya sebesar Rp 30 juta.
Mau tidak mau ia harus membayar. Meskipun hatinya sedikit dongkol. Temannya yang bekerja di klinik tersebut tak pernah memberi tahu biayanya sebesar itu. Kalau tahu harus membayar sebesar itu, lebih baik tidak.
Hatinya semakin dongkol saat tahu hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Awalnya, ia hanya ingin wajahnya lebih bercahaya. Tapi kedua pipinya justru menonjol dan dagunya semakin lancip.
Satu tahun berlalu, tonjolan itu semakin tidak beraturan. Pipi kanan justru semakin turun. Ini membuat kedua pipinya tumbuh tidak simetris. Begitu juga bagian dagunya yang tampak menebal. Ia marah.
"Saya tanya ke teman saya itu kenapa wajah saya begini, tapi dia malah bilang saya aneh. Katanya, pasien lainnya berhasil. Cuma saya saja yang seperti ini," keluh perempuan muda itu.
Ia ingin wajahnya kembali seperti semula. Ia minta dipasangkan benang. Namun, dr Wilma tak semudah itu mengiyakan. Sebab ia tak tahu apa yang ada di dalam wajah pasiennya itu. Perempuan muda itupun tak paham.
"Saya mau ke Malaysia dulu, mau operasi buang ini. Nanti saya tanya ke dokter," tutur perempuan muda itu sambil menyentuh dagunya.
Dr Wilma mengangguk. Perawatan dilakukan setelah ia kembali dari Malaysia nanti. ***
Sampai sekarang, dokter bernama lengkap dr Wilma Angela, M Kes (AAM) itu tak tahu cairan apa yang disuntikkan ke wajah pasiennya setahun yang lalu itu.
Pasien muda itu kembali setelah dua minggu izin ke Malaysia. Ia mengatakan, dokter di Malaysia juga tidak tahu jenis bahan isian suntikan. Yang ia tahu, bahannya kenyal dan berwarna kuning.
"Kalau memang kuning, menurut saya itu lemak. Tapi pada saat disuntikkan ke dia, tidak tahu itu apa," ujar dr Wilma saat ditemui di Klinik Kecantikan Miracle beberapa waktu yang lalu.
Permasalahan dagu sudah selesai. Namun, tidak demikian dengan pipinya. Ternyata, tarikan pipi menjadi tidak sama karena ia pernah melakukan operasi hidung di Jakarta. Sayang, operasi itu tidak berhasil. Ia ingin hidungnya mancung tapi setelah operasi malah jadi bengkok dan miring ke samping.
Dr Wilma menyarankannya kembali ke Jakarta untuk membuang silikon yang memadati hidungnya. Perempuan muda itupun menurut. Ia kembali ke Batam setelah hidungnya normal.
Sekarang, fokus dr Wilma hanya pada pipi. Ia akan membuang lemak pada pipi pasien dengan cairan tertentu. Barulah kemudian ia memasang benang di beberapa bagian wajah pasien.
"Wajahnya sudah bagus sekarang tapi memang tidak bisa kembali seperti semula," kata dr Wilma.Apa yang perempuan muda itu alami mungkin bagian terburuk dari sebuah obesesi kecantikan. Tentu tidak satupun perempuan menginginkannya. Tapi kenyataannya, tidak satupun perempuan juga yang berhenti bermimpi untuk menjadi cantik. Namun, standar 'cantik' setiap perempuan tidaklah sama.
Dunia bisa saja menetapkan standar cantik bagi seorang perempuan. Seperti misalnya, wajah berbentuk V-shape, berkulit putih, berhidung mancung, berpipi tirus dengan tulang pipi menonjol, serta yang berdagu lancip. Tapi setiap perempuan bisa menetapkan standar yang lebih tinggi dari itu.
Dr Wilma mengakuinya. Ia sering mendapati pasien yang masih ingin memutihkan wajahnya meski, sebenarnya, kulit pasien itu sudah cukup untuk dibilang putih. Ia juga sering mendapati pasien yang meminta koreksi wajah meski, menurutnya, bentuk wajah pasien itu sudah oke.
"Orang sudah cantik itu nggak bisa lebih cantik lagi. Kalau kita terlalu gimana malah nanti jadi muncul efek samping," ujar dokter yang meraih gelar S2 Anti Aging di Universitas Padjadjaran itu.
Hal yang sama juga diungkapkan dr Gita Puspita dari Klinik Kecantikan Rumah Sakit Awal Bros (RSAB). Ia juga sudah biasa menerima pasien dengan permintaan yang terdengar aneh. Sebab permintaan itu menurutnya tidak perlu lagi bagi pasien tersebut. Pasien itu sudah cantik.
"Biasanya ibu-ibu sosialita dan istri-istri pejabat yang melakukan hal itu," kata dr Gita Puspita.
Perawatan wajah memang perlu. Tapi kalau untuk koreksi bentuk wajah, hanya beberapa orang saja yang melakukannya. Biasanya, keinginan untuk mengoreksi wajah itu berkaitan dengan sisi psikologis seseorang.
Hanya perempuan-perempuan yang tidak puas diri dan tidak percaya diri yang ingin mengubah wajahnya. Padahal, meski tidak memiliki wajah yang sempurna, jika dia percaya diri, hal itu bukan masalah. Dan ia tidak perlu repot-repot membentuk wajahnya.
"Cuman kalau orang sudah terobsesi memang susah," katanya.
Perempuan dapat melakukan hal apa saja untuk mendapatkan wajah cantik seperti yang ia idamkan. Apalagi jika ia memiliki uang. Karena pembentukan atau koreksi wajah memang membutuhkan modal.
Ambil contoh tarif Rp 30 juta per tindakan yang dikenakan ke perempuan muda tadi. Meskipun memang, menurut dr Wilma, tarif itu terlalu mahal untuk satu kali perawatan. Namun, menurut dr Gita Puspita, tarif itu sudah biasa di daerah Jakarta.
"Bahkan ada yang sampai Rp 300 juta. Tapi itu, biasanya, harga paket sih," ujar dr Gita Puspita.
Biaya memang menjadi risiko seseorang yang hendak mengubah bentuk wajahnya. Ia harus menyediakan banyak uang sebelum mengubah bentuk wajahnya. Dan akan menjadi semakin banyak lagi uang yang harus ia sediakan jika operasinya gagal.
Namun, yang paling berisiko, ialah jika hasilnya tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Mau diperbaiki seperti apapun juga tidak akan kembali seperti semula. Mengubah bentuk wajah, sebaiknya, sesuai kebutuhan saja. Inilah yang sering disampaikan dr Wilma pada pasien-pasiennya.
"Kalau dia tidak butuh, untuk apa? Saya sering menolak pasien yang meminta hal-hal yang menurut saya ekstrem. Kalau dia tidak suka, dia pergi ke klinik yang lain," ujar dr Wilma. ***
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ibu Das, Sosok Perempuan Hebat
Redaktur : Tim Redaksi