Pengin Mudik Menumpang Pesawat, Tetapi Harga Tiket Masih Mahal

Selasa, 28 Mei 2019 – 11:58 WIB
Penumpang di Bandara. Ilustrasi Foto: Jawapos.com

jpnn.com, TARAKAN - Harga tiket pesawat masih mahal, niat mudik lebaran dengan menumpang pesawat harus ditunda dulu. Moda transportasi laut pun menjadi pilihan.

--
HALIM (30), merencanakan keberangkatannya dari Tarakan sejak April lalu. Ia berniat berlebaran dengan orang tuanya di Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun, Halim yang bekerja di salah satu perusahaan swasta masih menimbang untuk menggunakan transportasi udara.

BACA JUGA: Libur Sebentar Lagi, 85 Gerbong Kereta Api Sudah Siap Melaju

Menurutnya tarif sejumlah maskapai masih mahal. Merujuk pada harga yang ditampilkan perusahaan penyedia layanan pemesanan tiket pesawat secara online.

“Belum turun. Harganya masih tinggi. Tahun lalu itu saya masih dapat tiket harga 900-an ribu, dari Tarakan ke Makassar. Itu bisa langsung atau transit di Balikpapan. Dari akhir tahun lalu, sampai sekarang, harga paling rendah 1,4 juta,” tutur Halim.

BACA JUGA: Kapolda: Jalur di Jawa Barat Siap Dilintasi Pemudik

Seniman (45), juga mengakui hal yang sama. Ia merupakan pria asli Surabaya, Jawa Timur. Sudah beberapa tahun ini tinggal di Tarakan. Menurutnya, dari akhir Desember 2018 hingga sekarang, harga tiket pesawat masih saja mahal.

BACA JUGA: Keppres 13 Tahun 2019: Terdapat 4 Hari Cuti Bersama PNS

BACA JUGA: Sebelum Mudik Lebaran, ASN Wajib Mengetahui Larangan dari MenPAN-RB Ini

“Ada kapal. Kalau kapal lumayan lebih murah. Hanya lebih lama sampainya. Kalau kayak kita ini pekerja perusahaan, yah gajinya berapa sih. Kalau mau maksa naik pesawat, yah gajinya habis di tiket aja,” kata Seniman yang memiliki dua orang anak.

Kepala Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Balikpapan Abdul Hakim Pasaribu yang wilayah kerjanya meliputi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimra) membeberkan, salah satu atensi KPPU saat ini menyoal harga tiket pesawat.

Dalam kajian KPPU, terdapat dua potensi yang ditangani saat ini. Pertama terkaita indikasi pelanggaran UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ada dua grup maskapai tengah dalam penyelidikan.

“Oleh KPPU pusat yang menangani. Isunya seluruh Indonesia. Mengapa ini ditangani KPPU? Akhir bulan 12 (2018), masuk awal tahun ini, ada kenaikan secara bersama-sama oleh masakapai. KPPU melihat bahwa ini perlu didalami. Struktur pasarnya semakin terkonsentrasi, dari oligopoli terbatas menjadi duopoli. Apalagi masuknya manajemen ke manajemen salah satu maskapai lain. Dua isu, penegakan hukum isu kartel dan interlocking directorate.

“Belum kami sampaikan perkembangannya. Karena masih penyelidikan. Kami butuh alat bukti. Minimal keterangan saksi dan ahli. Surat atau dokumen dari pelaku usaha. Di lain sisi, KPPU melakukan advokasi kepada pemerintah, dalam hal Kemenhub, dalam tarif batas bawah dan tarif batas atas. Memang tidak relevan dengan isu persaingan,” ujar Abdul Hakim.

Menurutnya aturan mengenai tarif batas bawah fan tariff batas atas (TBB-TBA) telah lama disuarakan KPPU, karena cenderung dikeluhkan konsumen.

Apa yang terjadi dari akhir tahun lalu hingga Ramadan ini, menyangkut kebijakan tarif maskapai seharusnya bisa diatasi. Andaikan TBB-TBA tidak diatur dengan Kepmenhub.

“(Kajian KPPU) Karena sifatnya saran, tidak ada kewajiban pemerintah menyetujui. Tapi, inilah dampak dari mendistorsi mekanisme pasar. Sekarang walaupun direvisi Kepmenhub itu, ini sudah peak season. Biasanya mengarah ke TBA. Ini faktor supply dan demand. Ini akan naik ke TBA. Karena ketersediaan seat. Permasalahannya, konsumen ini mengalami keluhan sebelum peak season dari Tahun Baru sampai Ramadan,” urai Abdul Hakim.

“Setelah Ramadan kami akan memantau sejauh mana dampak revisi Permenhub itu. Sekarang harga tiket masih jauh dari TBB. Kalau peak season tiket mahal, wajar. Kalau setelahnya nanti, harusnya kembali lagi, normal. Mendekati TBB,” sambungnya.

Persoalan harga tiket bukan pada ketidakmampuan masyarakat saja. Namun berdampak luas pada sektor pariwisata nasional. Serta para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

“Kementerian aja komplain, Kemenpar, Kementerian UMKM. Terutama sektor pariwisata dan UMKM. Dan sekarang terjadi penurunan penumpang, di periode yang sama dibanding tahun lalu. Setelah peak season itu akan terasa dampaknya. Tahun lalu, hari libur kejepit, orang pada borongan ke lokasi wisata. Sekarang mikir. Kita lihat sendiri di bandara traffic penumpang turun,” beber Abdul Hakim.

Hal lain yang kerap menjadi alasan maskapai, kata dia, mengenai komponen harga penerbangan. Sementara ini masih bisa dikontrol.

“Pertanyaannya, kenapa tiket pesawat ke luar negeri lebih murah dibanding rute domestik? Ada apa sebenarnya? Kesimpulan sementara kami, kalau struktur pasar terkonsentrasi, itu akan terjadi persaingan. Mahalnya tiket dalam domestik, diduga karena pelaku usahanya makin sedikit. Misalnya ada ‘main mata’,” nilainya.

Harga tiket menginjak TBB juga jarang ditemui. “Padahal ada kondisi low season. Dalam pengalaman KPPU, biasanya pelaku usaha tidak menaikkan tarif. Ini juga jadi peluang bagi moda transportasi lain.Misalnya di Medan, bus menikmati pergeseran penumpang. Kalau antara Jawa ke Kalimantan, yah enggak mungkin. Kalau KPPU menemukan alat bukti dugaan permainan itu, kami bisa menanganinya,” urai Hakim soal dugaan kartel.

Staf Percepatan Pembangunan Gubernur Kalimantan Utara Syamsul Banri mengatakan bahwa pada kenyataannya, di lapangan hingga 2 Juni 2019, full book di seluruh rute, kecuali rute Tarakan-Balikpapan.

“Rute favorit itu, Jakarta, Makassar dan Surabaya. Itu sudah full book,” ungkapnya.

Menurut Syamsul, harga tiket saat ini tidak naik harga dan telah sesuai dengan Kepmenhub. Namun masyarakat merasakan kenaikan harga tiket dikarenakan sejak tahun 2014, harga tiket pesawat oleh maskapai berdasarkan batas bawah. Misalnya tahun 2014 lalu harga tiket Jakarta-Tarakan mencapai Rp 2.314.000.

“Itu harga atas, full service seperti Garuda. Kalau yang medium seperti Sriwijaya diturunkan 90 persen dari harga batas atas, dan non service seperti Lion diturunkan 80 persen. Jadi tidak naik. Pemerintah bahkan sudah turunkan dari tahun 2016,” jelasnya.

Jika terus bertahan pada TBB, menurut Syamsul akan mengkhawatirkan bagi usaha penerbangan. Sehingga setiap maskapai tidak dapat terus memberikan harga batas bawah terhadap setiap penumpang pesawat terbang.

“Kalau diterapkan terus, akan berpengaruh pada biaya operasional. Jadi pemerintah membuat dan menjaga kelangsungan perusahaan dan mengendalikan kemampuan daya beli masyarakat, yakni dengan menerapkan harga atas (TBA),” jelasnya.

Dijelaskan Syamsul, penerapan TBB merupakan kreasi dari setiap maskapai, sehingga jika terus digunakan maka tidak akan menutupi biaya operasional. “Perhitungan avtur di tahun 2014 saja itu mencapai Rp 9 ribu, karena waktu itu USD masih sekitar 9 ribu rupiah. Sekarang avtur itu sudah tidak disubsidi. Kemudian komponen lainnya itu berdasarkan hitungan USD,” ujarnya.

Disinggung terkait kemampuan masyarakat akan pembelian tiket pesawat saat ini, dikatakan Syamsul bahwa setiap masyarakat memiliki titik kemampuan yang berbeda, sehingga pihak maskapai tidak dapat mengikuti kemampuan masyarakat.

“Kalau terus mengikuti kemampuan masyarakatnya habislah penerbangan, ini saja sisa Lion. Makanya sebenarnya pemerintah harus siapkan alternatif, kan bukan satu-satunya alat transportasi udara, tapi ada laut juga. Itulah yang dimanfaatkan sesuai dengan kemampuan kita,” bebernya.

BACA JUGA: Ki Joko Bodo Wakafkan Tanahnya untuk Pembangunan Masjid

Sementara aktivitas mudik Bandara Juwata, menunjukkan peningkatan. Saat dikonfirmasi, Airport Manager Lion Air Tarakan Muhammad Arief mengungkapkan saat ini pihaknya mengalami peningkatan hampir 100 persen. Lanjutnya, peningkatan penumpang telah terasa terhitung sejak tanggal 20 Mei.

"Rute favorit itu sudah full seperti Surabaya, Makassar dan yang ada sekarang. Diperkirakan itu puncak arus mudiknya pada tanggal 29 Mei sampai tanggal 2 Juni. Saat ini yang tersisa hanya tujuan Balikpapan," ungkapnya Minggu (26/5).

Meski terjadi peningkatan penumpang hampir 100 persen, namun ia menerangkan saat ini Lion Air tidak mempersiapkan extra flight. Karena menurutnya, Peningkatan tersebut masih dalam batas kewajaran.

"Kalau mengantisipasi lonjakan penumpang, saat ini kami masih normal-normal saja jadi untuk saat ini tidak ada. Kalau pun ada yang tidak mendapatkan tiket, paling hanya 1 atau 2 orang saja per hari. Artinya, kenaikan jumlah permintaan belum signifikan," jelasnya.

Meski demikian, ia menjelaskan selain penerbangan Balikpapan, saat ini pihaknya tidak lagi dapat menyediakan pembelian tiket ke daerah lain. Hal tersebut dikarenakan seluruh tiket berbagai tujuan sudah habis terjual.

"Tapi untuk saat ini, untuk penyediaan tiket sudah tidak ada lagi walaupun ada uang tetap tidak bisa karena tiket keberangkatan sudah full," ujarnya.

Dengan kondisi saat ini, ia mengaku pihaknya mengalami peningkatan pengangkutan penumpang yang hari biasa hanya sekitar 400 orang, saat ini menjadi 800 orang diangkut 6 unit pesawat.

"Kalau persediaannya itu untuk rute Surabaya itu kapasitasnya 189, Makassar juga 189, kurang lebih hampir 800-an orang yang kami angkut setiap hari. Dari mulai pagi sampai malam. Untuk diangkut dengan 6 unit pesawat. Itu untuk yang berangkat, tapi untuk penumpang datang itu masih normal saja," tuturnya.

Lion Air sama sekali belum menaikkan menaikkan harga tiket. Bahkan ia menjelaskan, terhitung sejak 18 Mei pihaknya telah melakukan penurunan harga tiket hingga 16 persen.

“Harga tiket itu tidak ada perubahan, malah sudah menurunkan harga tiket tanggal 18 Mei kemarin. Karena kami sudah diatur oleh ketentuan, kami tidak bisa melebihkan dari ketentuan yang ada. Contoh, Makassar itu hari biasa harganya Rp 1,6 juta, tapi tanggal 18 kemarin, turun menjadi Rp 1,4 termasuk Surabaya dan Jakarta dari Rp 2,2 juta sekarang jadi Rp 1,8 juta. Turunnya Rp 400 ribu, turun 16 persen dari yang sebelumnya," jelasnya.

District Manager Sriwijaya Air Tarakan Adhis Nico mengungkapkan peningkatan penumpang masih dalam angka 40 persen. Selain itu, ia menegaskan meningkatnya arus mudik tidak membuat pihaknya menaikkan harga tiket pesawat.

"Saya kira di momen seperti ini semua maskapai mengalami hal sama. Ada kenaikan sekitar 40 persen. Kalau harga tiket seperti tujuan Surabaya dan Jakarta Rp 2 jutaan ke atas. Cuma seperti maskapai lain ketika tingkat termurah sudah full maka penjualan beralih ke tingkat atasnya. Otomatis dapat lebih mahal lagi," tuturnya.

Harga tiket termurah tujuan Jakarta, Surabaya dan Makasaar, berada di angka Rp 2 juta. Meski begitu, jika tiket termurah telah habis, maka penjualan beralih kelas tiket selanjutnya yang harganya di atas harga sebelumnya.

"Maskapai itu diatur dalam batas atas dan batas bawah, tidak boleh dijual lebih murah atau pun lebih mahal. Jadi begini, semua kan ada tingkatannya. Jadi misalnya kami buka pertama penjualan tiket di harga Rp 2,4 juta tapi karena kuota Rp 2,4 juta ini habis, jadi otomatis yang tersisa Rp 3,2, Rp 3,6 juta sampai Rp 3,9 juta. Ini kan pas momen ramai tapi saya yakin kalau pada hari biasa, penumpang tidak akan kehabisan tiket kelas pertama. Jadi kalau sesama penumpang menemukan perbedaan harga tiket berarti tingkatan, berarti kelas tiket mereka beda. Karena daya beli penumpang meningkat," jelasnya. (shy/*/zac/lim)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... DU Sudah Dua Kali Tertangkap, Status PNS Masih Melekat


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler