Pengiriman PMI Nonprosedural ke Malaysia Marak, DPR Bereaksi

Kamis, 22 Desember 2022 – 08:27 WIB
Anggota Komisi I DPR RI dari Dapil II DKI Jakarta Christina Aryani mengkritisi maraknya pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) nonprosedural ke Malaysia. Foto: Dok. Humas DPR

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI Dapil II DKI Jakarta Christina Aryani mengkritisi maraknya pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) nonprosedural ke Malaysia.

“Komitmen memberantas pengiriman PMI nonprosedural selama ini baru wacana dan jargon semata,” ujar Christina Aryani, Kamis (22/12).

BACA JUGA: Polisi Ciduk 2 Pelaku Pengiriman PMI Ilegal ke Kamboja

Christina membeberkan alasannya mengapa pemberantasan pengiriman nonprocedural baru sebatas wacana.

Politikus Partai Golkar ini mengungkap fakta tentang maraknya pemberangkatan PMI nonprosedural ke Malaysia melalui Batam.

BACA JUGA: Kemnaker Minta Polri Mengusut Dalang Pengiriman PMI Ilegal ke Timur Tengah

Christina Aryani menyetir fakta lapangan tentang maraknya pemberangkatan PMI secara nonprosedural ke Malaysia melalui Batam.

Dia menyebut hal itu sesuai hasil investigasi sebuah harian nasional beberapa hari lalu yang memperlihatkan komitmen memberantas pengiriman PMI nonprosedural selama ini baru wacana dan jargon semata.

BACA JUGA: 6 Calon PMI Ilegal Tewas Tenggelam di Batam, Penampungnya Ditangkap di Banten

Praktiknya, kata Christina Aryani, pengiriman PMI nonprosedural ke Malaysia terjadi nyata di depan mata kita yang berdasarkan temuan investigasi tersebut melibatkan kerja kolektif calo dan oknum baik di birokrasi maupun aparat penegak hukum.

“Kami sungguh menyayangkan hal ini, Presiden termasuk DPR sudah sejak awal mengingatkan untuk bersama-sama melawan praktik ini dengan konsisten. Namun, dengan masih maraknya praktik dimaksud membuktikan ada persoalan serius di level implementasi kebijakan,” ujar Christina Aryani.

Menurut dia, praktik pengiriman PMI nonprosedural harus diperangi, karena menjadi awal malapetaka kemanusiaan, mulai dari rentan eksploitasi, kerja paksa, kecelakaan dalam perjalanan, dan lemahnya perlindungan hukum serta jaminan sosial di negara tujuan.

“Terjadinya praktik ini secara kasat mata mengesankan ada pembiaran oleh Pemerintah dan dapat dimaknai ketidakseriusan memberantas hal ini,” kata Christina Aryani yang juga Penggagas Film Dokumenter (2022) 'Mencari Kehidupan' mengisahkan tentang 'Perdagangan Orang'.

Menurut Christina, DPR mendesak pemerintah lebih serius menangani pemberangkatan PMI secara nonprosedural yang kental dengan muatan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Dia menyebut TPPO sebagai tindak pidana yang sarat dengan malapetaka kemanusiaan juga perlu ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

DPR menilai mekanisme pemberantasan TPPO melalui pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO melalui Perpres Nomor 69/2008 yang diperbarui dengan Perpres Nomor 22/2021 tidak efektif dan memiliki mekanisme kerja yang tidak jelas.

“Penanganan TPPO selama ini lebih bersifat ad hoc, sebatas mengejar pelaku di lapangan tanpa menyentuh oknum birokrasi yang memfasilitasi jaringan pelaku TPPO,” ujarnya.

Christina mengatakan temuan ini patut menjadi alarm serius bagi Pemerintah dan pantas menjadi evaluasi akhir tahun untuk selanjutnya mengupayakan langkah penanganan yang serius.

“Jargon berantas, lawan, sikat sudah sering dikumandangkan. Sudah saatnya Presiden RI memberikan perhatian lebih bahkan turun langsung mengatasi masalah ini agar pihak terkait bisa simultan bergerak,” ujar Christina Aryani.

Christina menegaskan tidak menginginkan praktik-praktik sindikat semacam ini terus terjadi bahkan menempatkannya sebagai praktik lumrah yang memaksa kita memakluminya.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler