Pengkritik DPR Bisa Dipidana, Yasonna: Itu Biasalah

Senin, 12 Februari 2018 – 20:51 WIB
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Foto: dokumentasi pribadi for JPNN

jpnn.com - Pasal 122 Undang Undang MD3 yang baru menuai kontroversi. Pasalnya, memberi kekuatan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum terhadap pihak yang dianggap merendahkan kehormatan anggota dewan. Melihat reaksi negatif publik, pasal ini kemungkinan besar bakal digugat lewat uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menanggapi hal tersebut, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) tidak mau ambil pusing. Dia menegaskan, di beberapa negara sudah ada aturan tentang contempt of court dan contemp of parliament.

BACA JUGA: Nasdem dan PPP Tolak Pengesahan UU MD3

“Itu biasalah, di kita (Indonesia) dalam pengadilan juga kan tidak sembarang,” kata Yasonna usai rapat paripurna DPR, Senin (12/2).

Yasonna mencontohkan, di Amerika Serikat jika berbohong di depan kongres saja, hukumannya sangat berat. Karena itu, dia mengatakan, untuk Indonesia boleh saja dicoba diterapkan aturan terkait hal tersebut.

BACA JUGA: Muqowam: DPR Harus Mendengarkan Subjek UU MD3

“Tapi, kalau tidak setuju, boleh saja (uji materi). Kalau tidak, merasa itu melanggar hak ada MK. Jadi, tidak apa-apa biarkan berjalan saja,” ungkap menteri asal PDI Perjuangan ini.

Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) di DPR Yandri Susanto mengatakan dalam revisi yang merupakan peralihan tentu banyak lubang di sana-sini.

BACA JUGA: Bamsoet: UU MD3 Ditargetkan Rampung sebelum Reses

Karena itu, kata dia, dalam waktu dekat atau sebelum Pemilu 2019 berlangsung, sebaiknya dilakukan Revisi UU MD3 yang komprehensif.

“Bukan saja masalah komposisi pimpinan, hak imunitas, tapi hal-hal yang yang menjadi masalah seperti di alat kelengkapan dewan segera disemprkan untuk dipakai (DPR) lima tahun yang akan datang (atau) hasil Pemilu 2019,” ujarnya usai paripurna.

Dia mengatakan, Revisi UU MD3 yang sekarang ini terkesan hanya tambal sulam saja. “Lebih ke revisi peralihan, bukan dipakai untuk tahun 2019,” kata wakil ketua Komisi II DPR itu.

Terkait soal pasal 122, Yandri mengatakan, ke depan memang perlu disempurnakan lagi. DPR akan menerima masukan dari pihak eksternal. “Perlu, kalau ada revisi, terbuka peluang kami menyempurnakan,” ungkapnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemenang Pemilu 2019 Bakal Otomatis Dapat Jatah Ketua DPR


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler