jpnn.com - JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, berencana mengumumkan beberapa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang dikategorikan legal, illegal, bermasalah dan atau tidak bermasalah 17 Maret 2014.
Chairman Indonesian Bureaucracy and Service Watch (IBSW) Nova Andika menyatakan, pengumuman ini bakal meresahkan mahasiwa. Kekecewaan akan terjadi jika mahasiswa perguruan tingginya mendapatkan cap ilegal.
BACA JUGA: Bantah Kabar PDIP Malam Ini Deklarasikan Jokowi
"Jika demikian, kemana kemarahan jutaan mahasiswa itu akan diarahkan?" kata Nova kepada wartawan di Jakarta, Kamis (13/3).
Menurutnya, untuk menjawab itu sebenarnya sangat sederhana. "Pertama diarahkan kepada pemerintah dalam hal ini Kemendikbud selaku 'tukang stempel ilegal' dan kedua adalah pengelola pendidikan tinggi, yakni yayasan-yayasan yang menaungi PTS-PTS,” katanya lagi.
BACA JUGA: Caleg Tidak Transparan Gali Kuburan Sendiri
Ia mengingatkan dampak buruk pengumuman itu akan meningkatkan eskalasi suhu politik nasional. Kegaduhan politik benar-benar akan terjadi dengan jutaan mahasiswa-mahasiswi berdemonstrasi turun ke jalan berunjuk rasa yang mempertanyakan status kemahasiswaan mereka.
Diingatkan pula bahwa tugas negara dan pemerintah adalah melakukan pembinaan dan pembimbingan terhadap PTS dan PTN.
"Bukan malah menghakimi dan memberi vonis bahkan penghantam 'palu godam' dengan cap 'illegal' terhadap PTS yang telah berjasa bagi cita-cita bangsa mencerdaskan kehidupan bangsa,” katanya lagi.
BACA JUGA: Ke Blitar, Jokowi Dikritik Anggota DPD
Selain IBSW, pihak yang menolak adalah Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia APTISI. Akhir Februari lalu, APTISI tegas menolak upaya Dirjen Dikti yang berdasar pada surat edaran Dirjen Dikti nomor 1207E.E2/HM/2013 tanggal 26 November 2013, tentang Sosialisasi Perguruan Tinggi Legal di Wilayah Kopertis setempat.
Penolakan atas pemberlakuan persyaratan legalitas kampus swasta dinilai APTISI adanya pencampuran logika antara kesalahan administrasi dan status ilegal pada kampus swasta.
Kemendikbud RI dituntut tidak serta merta mencap kampus swasta itu ilegal lantaran kelambanan pihak kampus dalam pengajuan akreditasi jurusan atau institusi, mempertimbangkan adanya jurusan, Prodi dan atau PTS yang baru.
Bukan hanya APTISI, namun Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta juga menilai bahwa ketentuan Dirjen Dikti Kemendikbud RI tersebut sangat memberatkan PTS-PTS di Indonesia, di samping persyaratan yang ditetapkan masih perlu diperdebatkan.
Pada tahun 2011 saja, jumlah PTS mencapai 3.068 atau 95 persen yang menampung 2.298.830 mahasiswa seluruh Indonesia.
Sedangkan PTN hanya berjumlah 93 atau 5 persen dengan daya tampung 907,323 mahasiswa. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Amir Hamzah Minta Bantuan Wawan Berikan Rp 1 Miliar ke Akil
Redaktur : Tim Redaksi