Pengusaha Batam Resah dan Merasa Dirampok

Kamis, 20 Oktober 2016 – 23:02 WIB
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya. foto: dokumen JPNN

jpnn.com - BATAM - Penerbitan Peraturan Kepala (Perka) Badan Pengusahaan (BP) Batam Nomor 19/2016 yang mengatur detail tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) ternyata tak lantas membuat pengusaha dan warga Batam tenang. Sebaliknya, Perka tersebut justru semakin meresahkan.

Para pengusaha di Batam meniliai, tarif baru UWTO yang diatur dalam Perka dan mengacu pada PMK 148/2016 tersebut masih terlalu tinggi dan memberatkan. Terutama tarif perpanjangan UWTO untuk 20 tahun ke depan.

BACA JUGA: HCML : Kami Beroperasi Sesuai Aturan Pemerintah

"Kami merasa sangat tidak masuk akal. Seolah kami tiba-tiba dirampok. Padahal kami sudah susah payah membangun Batam puluhan tahun," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya, seperti diberitakan Batam Pos (Jawa Pos Group) hari ini.

Cahya menyebut, dalam Perka tersebut BP Batam di antaranya menetapkan tarif perpanjangan UWTO yang sangat tinggi. Bahkan kenaikannya mencapai 10 kali lipat dibandingkan dengan tarif alokasi lahan pada tarif yang lama.

BACA JUGA: Buset, Pungli Pak Tua Ini Bisa Capai Belasan Juta per Bulan

Menurut Cahya, tarif ini sangat mengagetkan. Bukan hanya bagi pengusaha, tetapi juga bagi masyarakat umum. Karena mereka juga harus memperpanjang UWTO untuk lahan yang mereka tempati dengan tarif 10 kali lipat lebih mahal dari tarif sebelumnya.

"Apakah ini tidak sama dengan kami dirampok?" ujar bos Arsikon Group ini dengan nada gusar.

BACA JUGA: Program Pemprov Gorontalo Ini Dipuji Ketua Umum PB NU

Ia juga mempertanyakan apa kebijakan BP Batam jika nantinya ada warga yang tidak sanggup memperpanjang UWTO untuk rumah dan lahan yang mereka tempati. Dia khawatir, nantinya rumah atau lahan yang tidak melakukan perpanjangan UWTO akan dianggap rumah ilegal dan bisa digusur sewaktu-waktu.

"Apakah itu kehendak pimpinan baru BP Batam?" tanyanya lagi.

Tak hanya itu, Cahya menilai kenaikan tarif UWTO ini akan berimbas pada biaya hidup lainnya. Seperti sewa rumah dan harga jual properti. Untuk itu, Cahya meminta BP Batam menghapus perpanjangan UWTO di Batam.

"Masyarakat sudah bayar PBB (pajak bumi dan bangunan) tiap tahun sesuai aturan pemerintah, jadi jangan tambah beban kami dengan UWTO yang sangat memberatkan ini," ujarnya.

Menurut dia, kebijakan BP Batam ini bertolak belakang dengan semangat dan upaya Presiden Jokowi untuk keluar dari kondisi ekonomi yang sulit. Yakni dengan menekan semua jenis biaya dan kebutuhan hidup.

Seharusnya, lanjut Cahya, pimpinan baru BP Batam di bawah komando Hatanto Reksodipoetro fokus pada perbaikan iklim investasi di Batam ketimbang berupaya meningkatkan penerimaan negara dari UWTO. 

"Setelah itu baru diadakan penyesuaian tarif secara bertahap. Tidak seperti sekarang yang malah menambah pusing kepala kami," kata Cahya.

Ia mengingatkan BP Batam bahwa kebijakan yang tidak populer ini bakal berimbas pada stagnannya perekonomian di Batam. Dengan demikian maka kebijakan ini harus direvisi. "Jika tidak, saya yakin Batam akan habis. Kita akan kembali dari nol," katanya.(spt/leo/she/ray/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bakal Calon Bupati Bangkep Dilaporkan ke KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler