Pengusaha: Ini ‘Lonceng Kematian' Bagi Batam

Senin, 10 Oktober 2016 – 00:35 WIB
Kebijakan Menteri Keuangan Nomor 148 tahun 2016 dinilai bakal memukul sektor industri dan usaha properti di kota Batam. Foto: batampos/jpg

jpnn.com - BATAM - Kebijakan Kementerian Keuangan yang menaikkan tarif uang wajib tahunan Otorita Batam (UWTO) bakal memukul sektor industri dan usaha properti di Batam, Kepri.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 148 Tahun 2016 menyebabkan daya saing Batam sebagai kota industri juga hilang dengan kebijakan baru ini.

BACA JUGA: UMKM Ini Berdayakan Wanita Hingga Beromzet Puluhan Juta

Menurut bos properti Panbil Group, Johanes Kenedy Aritonang, kenaikan tarif UWTO ini akan berdampak pada kenaikan harga jual tanah bahkan properti baik rumah, apartemen maupun harga sewa di kawasan industri. Apalagi tarif UWTO lebih mahal dari harga jual tanah saat ini sendiri.

"Otomatis harga rumah naik. Tarif sewa juga naik. Tarif ini (UWTO, red) jauh lebih mahal dari harga jual lahan saat ini. Saat ini lahan perumahan kisaran Rp 5-6 juta. Tapi UTWO sudah Rp 6,5 juta. Ini sama sekali tidak sejalan dengan rencana pengembangan Batam," ujar Jhon, sapaan Johanes Kennedy seperti diberitakan Batam Pos (Jawa Pos Group) hari ini (10/10).

BACA JUGA: Luhut Bujuk Jepang Mau Garap Kereta Cepat Jakarta-Surabaya

John mengaku dia dan seluruh pengusaha properti dan industri di Batam kaget mengetahui kebijakan baru terkait tarif UWTO yang sangat mahal tersebut. Bahkan secara tegas ia klaim kebijakan terbaru ini merupakan 'lonceng kematian' untuk Batam. 

"Ini lonceng kematian bagi Batam. Kalau dulu Batam dibangun oleh Otorita Batam (OB) maka dimatikan oleh BP Batam. Ini seperti sebuah siklus dimana sudah sampai pada kematian Batam," ujarnya.

BACA JUGA: Konsumsi Premium Makin Menurun, BPH Migas: Harga tak jadi Masalah

Menurutnya, industri dimana-mana disediakan oleh pemerintah karena harga jual lahan industri juga jauh lebih murah bahkan disubsidi. Ini bertujuan agar industri memiliki daya saing. Harga sewa,listrik, air yang murah di kawasan industri maka daya saingnya lebih baik. 

"Tapi kalau harga lahan mahal maka harga sewa dan bangunan juga akan mahal. Maka daya saing kita makin kalah jauh," katanya.

Ia juga mengklaim kebijakan kenaikan tarif UWTO ini benar-benar salah dan tidak searah dengan kampanye pemerintah yang ingin menarik sebanyak-banyaknya investor ke Indonesia terutama ke Batam.

Ia juga menyesalkan pernyataan BP Batam seakan-akan pengusaha di kota ini seperti penjahat akibat adanya dugaan percaloan dalam pembelian tanah. "BP Batam yang ada sekarang ini menganggap pengusaha seperti penjahat," ujarnya sinis.

Padahal menurut dia, BP Batam terutama para pejabatnya saat ini harus mengerti bahwa Batam ini dibangun dari nol. "Belum ada bandara, industri, mall, listrik, jalan dan lainnya. Semuanya diadakan dari nol, jadi kita mengerti membangun perlu waktu dan harus mengedepankan daya saing," imbuh John.

Ia lalu mengingatkan bahwasannya tahun 80-an Batam dibangun dengan tujuan untuk memindahkan investasi dari Singapura dan Malaysia. Tapi melihat kenyataan saat ini, ia menilai untuk skala di Batam akan sulit untuk mengembangkan idustri yang besar. 

"Ini sudah sangat tidak mungkin. Kami siap-siap untuk tutup toko dan pulang kampung. Siapa lagi yang mau datang ke Batam dan berinvestasi kalau seperti ini kondisinya," ujarnya serius.(spt/rna/ray/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... ATM Gabungan Bank Pelat Merah Beroperasi Akhir Tahun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler