Pengusaha Minta Bea Masuk Antidumping Tak Diberlakukan

Jumat, 27 April 2018 – 01:04 WIB
Air mineral. Ilustrasi. Foto HealthyCare

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Pridjosoesilo mengatakan, pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) untuk polietilena tereftalat (PET) memberatkan pelaku usaha minuman ringan dalam negeri.

Pasalnya, selama ini PET menjadi bahan baku utama dalam pembuatan kemasan minuman ringan.

BACA JUGA: Pemerintah Akomodasi Masukan Swasta soal RUU SDA

"Kalau BMAD PET itu diberlakukan, akan berdampak pada ongkos produksi. Sebab, kemasan minuman ringan sebagian besar menggunakan PET, bukan botol. Kalau ongkos produksi naik, konsekuensinya adalah harga di konsumen juga naik," ujar Triyono, Kamis (26/4).

Menurut Triyono, kenaikan harga tidak akan menguntungkan semua pihak, baik di sisi pengusaha, pemerintah dan konsumen.

BACA JUGA: BPOM Pastikan Air Minum Dalam Kemasan Aman Dikonsumsi

Selama ini, konsumsi masyarakat cukup rendah. Bahkan, pada 2017, pertumbuhan industri minuman ringan minus satu persen.

Jika ada kenaikan harga, konsumsi masyarakat diprediksi semakin tertekan.

Di sisi lain, turunnya konsumsi karena kenaikan harga akan berpengaruh pada pajak penjualan.

Misalnya pada pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak perusahaan yang juga akan turun.

Selain itu, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga akan merasakan dampak dari kenaikan harga akibat BMAD PET.

Sebab, minuman ringan dan air minum dalam kemasan (AMDK) yang menggunakan kemasan plastik akan mengalami kenaikan harga.

Berdasar data Asrim 2013, minuman ringan menyumbang 40 persen pendapatan warung tradisional.

Menurut dia, penghasilan warung tradisional tergerus jika ada kenaikan harga.

Sebab, minuman ringan dan AMDK merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan dijual oleh warung tradisional.

“Namun, mereka akan kena dampak BMAD pada PET. Harapan kami, pemerintah bijaksana melihat BMAD PET ini. Pemerintah bisa melihat secara utuh dan luas dampaknya," imbuh Triyono.

Berdasar data Asrim, volume produksi industri minuman pabrikan lokal sepanjang 2017 lalu hanya 34,41 miliar liter.

Jumlah tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan capaian 2016 yang sebesar 43,76 miliar liter.

Total produksi tersebut adalah golongan minuman ringan yang termasuk dalam kategori nonalkohol, seperti produk susu, jus, kopi, teh dan sebagainya.

Tahun ini, kata Triyono, industri minuman ringan mencoba untuk bangkit, sehingga mampu mencetak pertumbuhan.

"Kuartal satu tahun ini saja kami tidak bisa bilang ada pertumbuhan. Masih sama dengan tahun lalu, harapan kami saat Ramadan dan Idulfitri 2018. Harapan kami ada pertumbuhan karena tahun lalu menyedihkan," ungkap Triyono. (jos/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler