jpnn.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha meminta pemerintah segera memformulasikan stimulus dunia usaha yang lebih masif untuk menekan dampak pandemi corona. Mereka berharap pemerintah dan OJK memperluas basis debitur yang mendapatkan restrukturisasi kredit, sehingga tidak terbatas pada debitur dengan plafond pinjaman Rp10 Miliar.
Ketua Umum Indonesia National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, saat ini kondisi yang dirasakan akibat dampak Covid-19 bukan hanya sektor UMKM saja, namun sudah merambah industri pelayaran.
BACA JUGA: Melanie Subono: Negara Sudah Gila, Takut Sama Pengusaha ya Begini
Sejak sebulan masa pandemi corona di Indonesia, angkutan laut untuk penumpang sudah mengalami penurunan sebesar 50-70 persen, ditambah lagi dengan adanya kebijakan PSBB dan pembatasan pergerakan orang, jumlah arus penumpang bisa dikatakan turun 100 persen.
Sedangkan biaya operasional kapal tetap berjalan, termasuk biaya investasi berupa pokok dan bunga pinjaman bank.
BACA JUGA: Masih Marak Penangkapan Kapal di Laut, INSA: Kami Butuh Sea & Coast Guard
Selain itu, turunnya harga minyak saat pandemi Covid-19, sangat berdampak pada sektor angkutan migas dan pelayaran lepas pantai (offshore). Sebagian besar perusahaan minyak melakukan efiensi dan salah satunya adalah meninjau ulang harga sewa kapal hingga turun 30-40 persen.
“Beberapa sektor angkutan laut tersebut sudah merasakan himpitan yang besar seiring tekanan dari dampak Covid-19 yang melumpuhkan sebagian sektor ekonomi,” ujar Carmelita.
BACA JUGA: Langkah Pertamina Dinilai Ampuh Menahan Gelombang PHK
Karena itu dia berharap pemerintah bisa segera merealisasikan relaksasi pinjaman akibat tekanan Covid-19.
Terpisah, Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan pemerintah harus mengambil langkah cepat jika tidak ingin pendemi Covid-19 semakin menekan ekonomi lebih dalam lagi.
Gejala krisis sudah sangat tampak pada ekonomi kuartal I/2020 yang hanya tumbuh sebesar 2.97 persen.
“Jelas pertumbuhan ini terganggu akibat konsumsi masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama di sektor jasa dan transportasi,” ungkapnya.
Jika pada kuartal kedua, pemerintah tidak mengupayakan paket kebijakan yang lebih besar sebagaimana dilakukan negara-negara lain yang mengalokasikan belanja Covid-19 lebih hingga di atas 2 persen dari PDB, kemungkinan kontraksi ekonomi dan arus PHK akan berlanjut.
“Saat ini, cashflow perusahaan penerbangan yang sensitif terhadap nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing, sudah mulai kesulitan bernapas,” ucapnya.
Beberapa di antaranya, tidak dapat bertahan sampai tahun depan jika masalah pandemi ini tidak segera ditekan. Belum lagi dampak langsung kepada industri pendukung seperti airport, airnav dan penyelenggara avtur yang tidak mungkin terus melangsungkan kegiatan operasionalnya tanpa pendapatan usaha yang diperoleh dari maskapai.
"Kami di industri maskapai dalam negeri pun sudah megap-megap. Padahal ini industri yang cukup besar, padat karya dengan valuasi di atas miliaran rupiah," papar Denon.
Dia menilai sudah saatnya pemerintah menambah stimulusnya dari sekitar 2,5 persen terhadap PDB menjadi 5 atau 10 persen terhadap PDB.
Sementara, Ketua umum DPP Organda Andre Djokosoetono mendorong agar pemerintah mengkaji kembali program restrukturisasi kredit. Menurutnya, tidak semua pengusaha transportasi darat yang mendapatkan fasilitas ini. Hanya pengusaha dengan armada dalam jumlah terbatas yang bisa memperoleh.
Padahal, pengusaha dengan jumlah armada besar pun kesulitan di tengah pandemi ini. Umumnya, perusahaan - perusahaan ini mempekerjakan pegawai dalam jumlah besar.
"Perlu diperhatikan perusahaan nasional walaupun bukan UMKM. Kami minta insentif diperluas dan lebih merata. Jika kondisi ini terus berlangsung, perusahaan transportasi umum hanya bisa bertahan 1-2 bulan," tandas Andre.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy