jpnn.com - CILEGON - Kewajiban penggunaan mata uang rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara penuh berlaku sejak 1 Juli 2015 lalu oleh Bank Indonesia. Kebijakan tersebut dianggap telah merugikan para pengusaha pelayaran. Sebab, pada setiap transaksi, baik kapal asing maupun nasional harus menggunakan rupiah.
Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Kawasan Kemitraan Perhubungan Agus Edy Susilo mengatakan, peraturan Bank Indonesia (BI) itu bisa menghambat peningkatan ekspor, karena beban yang ditanggung eksportir cukup berat terutama berupa selisih kurs atas berbagai transaksi, seperti pembayaran jasa maupun pembelian bahan baku yang dilakukan di dalam negeri.
BACA JUGA: PAN Merapat ke Jokowi, Sutrisno Bachir Dapat Posisi
"Ekspor kita dapat, tapi dolar kita tidak dapat. Bagaimanapun juga kapal asing harus menggunakan dolar terutama saat melakukan jasa sandar," katanya pada acara Sosialisasi Produk Nasional Bruto (PNB) terkait Jasa Kepelayaran sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11/2015 tentang Tarif dan Jenis Pendapatan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan di wilayah Pelabuhan Banten, yang dilaksanakan di Hotel The Royal Krakatau, Kamis (10/9).
Menurut Agus, pemerintah dan Bank Indonesia seharusnya hanya mewajibkan penerapan mata uang rupiah dalam setiap transaksi di pelabuhan hanya berlaku untuk kapal-kapal nasional. Sedangkan untuk kapal asing tetap menggunakan dolar. "Kalau kapal nasional kita tidak persoalkan, tarifnya dolar bayarnya rupiah," ujarnya.
BACA JUGA: Kepada DPR, Menteri Rini Buka Kronologi Pembicaraan dengan Kapolri
Lebih lanjut, Agus menjelaskan, untuk kegiatan impor export jasa kepelabuhanan menggunakan system Freight on Board (FOB) dan Cost Insurance Freight (CIF) ini juga tlah merugikan para pengusaha nasional.
"FOB ini artinya pihak eksportir hanya bertanggung jawab sampai barang berada di atas kapal sedangakan CIF yaitu harga barang sampai pelabuhan tujuan dan kondisi dimana penjual atau eksportir menanggung semua biaya pengapalan sampai ke pelabuhan tujuan dan ekpsortir wajib menutup asuransinya. Ini seharusnya dibalik Impor menggunakan CIF dan ekspor menggunaka FOB," ujarnya.
BACA JUGA: PDIP: Jokowi Turun Bagi Sembako Bukan Pencitraan
Meski begitu, Agus menegaskan, dalam transaksi di dunia pelayaran ini memang ada hal-hal yang harus menggunakan rupiah ada juga yang harus dollar. Sebab, transportasi laut ini berhubungan dengan perdagangan. "Pemerintah perlu mencontoh kebijakan negara Malaysia untuk kegiatan impor export," tegasnya.
BI telah mengeluarkan aturan kewajiban menggunakan rupiah untuk setiap transaksi di dalam negeri. Mulai 1 Juli 2015, setiap kegiatan transaksi di dalam negeri baik secara tunai maupun non tunai diwajibkan pakai rupiah. Aturan tersebut diatur dalam Surat Edaran BI (SEBI) No.17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015, tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagi yang melanggar, BI akan mengenakan sanksi baik denda mau pun kurungan penjara. Kewajiban tersebut juga tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/3/PBI/2015, tentang kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (darjat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Diminta Mengkaji Ulang Kenaikan Cukai Rokok
Redaktur : Tim Redaksi