Pengusaha Pengin UMP Mendekati Rp 4 Juta

Rabu, 24 Oktober 2018 – 17:33 WIB
Massa Buruh dari berbagai serikat menggelar aksi demo dalam rangka Hari Buruh di Silang Monas, Jakarta, Selasa (1/5). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah secara resmi telah menetapkan kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen. Kenaikan upah tersebut mengikuti formula yang ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mengikuti kebijakan pemerintah pusat terkait kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2019.

BACA JUGA: Saya Pesan Kepada Pak Anies, Harus Lebih Cepat Tanggap

Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari unsur pengusaha Sarman Simanjorang sudah menghitung perkiraan nilai upah minimum provinsi (UMP) jika naik 8,03 persen. Adapun, nilai UMP tahun 2018 adalah Rp 3,6 juta.

“Jika kita mengacu kenaikan UMP 2019 yakni 8,03 persen, maka besaran UMP 2019 DKI Jakarta akan mendekati angka Rp 4 juta atau sekitar Rp 3.940.972,” ujar Sarman Simanjorang di Jakarta, Selasa (23/10).

BACA JUGA: Walkot Bekasi Minta Anies Baca Kembali Perjanjian Kerja sama

Sarman menyebutkan, kenaikan nilai UMP tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pekerja baru yang masih belum memiliki pengalaman. Dan itu, merupakan jaminan bagi calon pekerja yang baru memasuki dunia kerja.

Dengan demikian, pekerja dengan pengalaman nol tidak digaji di bawah kebutuhan mereka. Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari unsur pengusaha pun berharap serikat pekerja tidak menuntut kenaikan UMP yang berlebihan.

BACA JUGA: Kota Bekasi Ancam Putus Hubungan Kerja sama dengan DKI

“Dalam penetapan UMP 2019 kami sangat berharap kepada Serikat Pekerja (SP) agar jangan menuntut terlalu berlebihan di luar kemampuan dunia usaha. PP Nomor 78 Tahun 2015 ini sebenarnya sudah sangat adil dan memberikan kepastian bagi pengusaha dan pekerja,” terangnya.

Meskipun, pada dasarnya pengusaha juga menilai kenaikan UMP sebesar Rp 8,03 persen masih memberatkan. Alasannya karena nilai tukar rupiah yang sedang melemah

Sementara itu, Ketua Umum (Ketum) Serikat Pekerja Nasional (SPN) Iwan Kusmawan menegaskan, kenaikan nilai upah minimum oleh pemerintah merupakan bentuk intervensi pemerintah pusat kepada seluruh gubernur di Indonesia. Karena, penetapan nilai UMP menjadi hak dan keputusan pemerintah daerah.

“Menteri Tenaga Kerja terlalu terburu-buru. Ini kan belum ada dialog dengan tripartit nasional,” ujarnya.

Iwan menyebutkan, kenaikan UMP bukan hasil kompromi bersama dewan pengupahan, tetapi berdasarkan formula PP 78 tentang pengupahan. Hal itu, menurutnya bertolak belakang dengan mekanisme yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

“Penetapan UMP tidak berdasarkan komponen hidup layak (KHL), tapi berdasarkan nilai inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi,” katanya.

Serikat Pekerja (SP) sepakat menolak atas kenaikan nilai UMP DKI Jakarta. Menurut Iwan, rencananya buruh akan melakukan aksi penolakan di Kementerian Ketenagakerjaan dan Gedung Balaikota DKI Jakarta. “Hitungan dari survei yang dilakukan SP, idealnya kenaikan nilai UMP DKI Jakarta 25 persen. Kalau ini tidak dipenuhi kami akan aksi di Kemnaker dan gedung Balai Kota DKI,” ungkapnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, kenaikan UMP DKI akan mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yakni 8,03 persen. “Kita akan ikuti instruksi dari PP 78,.

Ia menyebutkan, besar UMP DKI Jakarta pada tahun 2017 sebesar Rp 3,6 juta. Sidang penentuan UMP mulai digelar besok. Jika mengikuti PP Nomor 78 tahun 2015, pemerintah menetapkan kenaikan upah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Kenaikan UMP DKI tersebut, menurutnya berbeda dengan keinginan kelompok buruh yang ingin kenaikan UMP dihitung berdasarkan komponen hidup layak (KHL). Tahun lalu, Pemprov DKI Jakarta juga mengikuti ketentuan PP Nomor 78 Tahun 2015.

Namun, Pemprov DKI Jakarta mencoba memenuhi kebutuhan buruh dengan menyiapkan subsidi bagi buruh di Jakarta. “Tahun lalu kan kami berikan subsidi,” ucapnya.

Sebelumnya, Kementerian Tenaga Kerja telah menetapkan UMP naik sebesar 8,03 persen pada 2019 mendatang. Hanif mengatakan, angka kenaikan sebesar 8,03 persen itu bukan keputusan Kemenaker. Angka tersebut diambil dari data Badan Pusat Statistik yang menunjukkan inflasi tahun ini sebesar 2,88 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,15 persen.

Sesuai Pasal 44 Ayat 1 dan 2 PP Nomor 78 Tahun 2015, peningkatan nilai UMP tersebut berdasarkan formula penambahan dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional. “Sehingga kalau dikombinasikan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi itu sebesar 8,03 persen,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri. (nas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Siasat Baru Bekasi Raup Dana Kompensasi DKI


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler