jpnn.com, BATAM - Penumpukan limbah di seluruh Batam, hingga kini belum menemukan solusi. Pemerintah daerah telah angkat tangan terkait permasalahan ini. Begitu juga dengan BP Batam. Karena permasalahan limbah di Batam, sepenuhnya wewenang dari kementerian lingkungan hidup.
Penampungan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) di seluruh pulau Batam, telah mengalami overload. Tempat-tempat penampungan sementara tak lagi dapat menyimpan limbah B3, yang terus berdatangan akibat aktivitas produksi.
BACA JUGA: Jelang Ramadan, Kemendag Klaim Stok dan Harga Bahan Pokok Cukup Stabil
Apabila kondisi dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan para pengusaha dan investor dapat mencemari lingkungan. Karena beberapa limbah B3 yang dihasilkan, mengandung cairan kimia yang berbahaya.
Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, OK Simatupang mengatakan telah berkirim surat ke Kementrian Lingkungan Hidup. BP Batam, kata OK, juga telah berkirim surat. "Tapi sampai saat ini, kami tidak mendapatkan solusi atas permasalahan ini. Titik terang atas hal ini belum ada," katanya saat ditemui di Batamindo, Selasa (30/4).
BACA JUGA: Pengin Bangun Pabrik Pesawat, BJ Habibie Cek Lahan di Hang Nadim Batam
OK mengatakan limbah-limbah hasil industri di Batam, tidak bisa dikirimkan keluar. Karena adanya kasus yang membelit LHK, yang sedang diusut KPK. Pihak KPK meminta untuk menyetop pengiriman limbah dari Batam ke Jawa.
Akibat perintah ini, sebanyak 66 kontainer limbah di Batuampar tertahan.
BACA JUGA: BJ Habibie Resmikan Gedung Pencakar Langit di Batam
Padahal, sesuai aturan yang berlaku di UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sangat jelas disebutkan bahwa limbah tidak boleh disimpan lebih dari 90 hari (3 bulan).
Namun kenyataanya, limbah-limbah tersebut telah tertahan selama 4 bulan, sejak Februari lalu. "Limbah itu ada di Batuampar, lokasi penyimpanan sementara di perusahaan maupun KPLI. Sudah tidak ada lagi tempat untuk menyimpan sementara limbah-limbah itu," ungkap OK.
Dia menilai penanganan kasus limbah ini terlalu lamban. Keberadaan limbah ini yang sudah tidak tertampung, menurut Ok harusnya menjadi perhatian pemerintah.
Karena selain mengancam lingkungan sekitarnya, juga mengancam investasi di Batam.
"Lingkungan tercemar, kepercayaan investor hilang. Inilah ancaman yang sedang dihadapi Batam," ucapnya.
OK mengaku telah membicarakan ini dengan pemerintah daerah dan BP Batam. Namun kedua instansi ini tidak dapat berbuat banyak. Kementerian Lingkungan Hidup pun, juga tak bereaksi atas hal ini.
"Semuanya disini sudah resah, pengusah resah, investor juga," ucapnya.
Para investor cukup gamang, karena penanganan limbah yang tidak sesuai aturan ini, bisa menjadi sanksi pidana bagi mereka. "Aturan jelas, makanya semuanya khawatir. Kondisi ini juga menjadi tanya oleh kantor-kantor pusat mereka (investor) di luar negeri," tutur OK.
OK cukup menyayangkan dihambatnya lalu lintas pengiriman limbah ini. Ia mengatakan hanya karena satu kasus di lembaga pemerintah, tapi imbasnya terhadap perindustrian diseluruh Batam.
"Harusnya, kalau ada kasus. Usut kasusnya saja, tapi jangan menghambat laju perekonomian," ungkapnya.
Dia mengaku apabila kondisi ini berlanjut, perusahaan-perusahaan di Batam akan menghentikan untuk melanjutkan produksi. Karena apabila terus produksi, tentunya akan menghasilkan limbah. Sedangkan, tempat penampungan limbah di Batam sudah tidak memadai lagi.
"Para investor dan pengusaha di Batam, sangat konsen akan industri yang ramah lingkungan," ujar OK.
HKI, katanya, telah berusaha menjembatani dan mencarikan jalan keluar atas keluhan dari pengusaha dan investor terkait penumpukan limbah. Namun, karena permasalahan ini semuanya bermuara di Kementrian Lingkunga Hidup, sehingga HKI tidak dapat berbuat banyak. "Kami sudah surati, sampaikan juga ke pemerintah. Segala cara sudah kami tempuh, tapi belum juga ada hasil," ucapnya.
Terkait permasalahan limbah ini, Government Relation and QHSE Manager Kawasan Industri Terpadu Kabil (KITK), Sony Fuah mengatakan hal serupa juga terjadi di KITK. "Semua TPS (tempat penyimpanan sementara) sudah overload. Potensi pencemaran lingkungan, serta pelanggaran pidananya cukup terbuka," katanya.
Dia mengaku pengelolaan limbah B3 di Batam, tidak semuanya bisa ditangani dan dikelola. Karena tidak semua hasil limbah industri dimusnahkan dengan alat incenerator. Limbah-limbah khusus ini, kata Sonny, membutuhkan penangana yang khusus juga.
"Di Batam belum ada, jadi harua dikirim ke luar di PPLI, Cilengsi," ungkapnya.
Limbah yang tak bisa ditangani di Batam terasebut yakni limbah yang terkontaminasi cairan kimia (Limbah Chemical), limbah yang terkontaminasi minyak (sludge oil) lalu limbah blasting. "Semuanya harus dikirim ke luar," ungkapnya.
Limbah-limbah ini, menurut Sonny sangat berdampah terhadap manusia, atau mahluk hidup lainnya. Serta lingkunga sekitar tempat penyimpanan limbah.
"Di Kabil itu ada tempat penyimpanan sementara. Tapi sudah penuh, andai kata limbah hasil produksi datang. Gak tau harus ditempatkan kemana lagi," tuturnya.
Namanya, limbah bahan berbahaya dan beracun. Kalau B3 efeknya terhadap makhluk hidup. Terlepas ke lingkungan, tumpah tercecer, mengancam mahkluk hifup. Jadi penanganannya harus sesuai aturan limbah B3.
Atas permasalahan limbah yang overload ini, menurut Sonny sudah diketahui pemerintah. "Kalau pemerintah sudah tau kondisinya, tapi permasalahannya. Ada kasus, yang membuat pengiriman limbah ke PPLI tidak bisa dilakukan," tuturnya.
Sonny mengaku bahwa investor di kabil sudah bertanya-tanya terkait permasalahan ini. Karena ada konsekuensi yang harus ditanggung, apabila limbah tersebut tercecer dan mencemari lingkungan. "Pengusaha harus melakukan pemulihan lingkungan, lalu juga ada sanksi pidana serta perdata. Banyak kerugian dialami pengusaha, bila kondisi ini terus berlanjut," ucapnya.
Sonny berharap pemerintah bisa serius menanggapi permasalahan ini. Sehingga bisa mencarikan jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi para pelaku industri di seluruh Batam.
"Semoga ada solusi, kami semua menanti itu," pungkasnya.(leo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemadaman Listrik di Kawasan Industri, Pengusaha: PLN Batam tak Profesional
Redaktur & Reporter : Budi