jpnn.com, JAKARTA - Pengusaha properti asal Ukraina menjadi korban pemerasan dengan kekerasan saat tengah berada di Bali.
Kasus yang terjadi pada Minggu, 15 Desember 2024 lalu itu bermula dari penyergapan, penyekapan hingga berujung pemerasan yang diduga dilakukan sindikat organisasi internasional berjumlah 9 orang yang merupakan gabungan warga Rusia dan Ukraina terhadap korban berinisial ii.
BACA JUGA: Eks Kasatreskrim Polres Jaksel Dilaporkan Atas Dugaan Pemerasan
Menurut kuasa hukum korban Mayjen TNI (Purn) DR Syamsu Djalal SH MH, kronologi kejadian berawal di Tanah Bali Villas di mana para sindikat masuk melalui Ungasan Kuta Selatan, Badung, Bali.
"Mobil korban yang dikendarai oleh GN dengan paspor Rusia saat menuju pulang sekitar pukul 13.15 waktu setempat diadang dari depan oleh mobil Alphard berwarna hitam serta dari belakang oleh mobil jenis Toyota yang juga berwarna hitam dan tidak terlihat pelat nomor polisinya," ungkap Syamsu Djalal dalam keterangannya, Selasa (28/1).
BACA JUGA: Polisi Terlibat Kasus Pemerasan Penonton DWP Kini Berjumlah 32 Orang
Dari mobil yang menghadang di bagian depan, lanjut Syamsu, turun empat pria berbadan tegap dengan pakaian serba gelap di mana di bagian dada tertulis polisi dengan huruf berwarna kuning serta mengenakan tutup kepala dan muka.
"Korban dipindahkan ke mobil para sindikat, tangan diborgol, dan kepala ditutup dengan kain hitam. Klien kami disiksa dan sekitar lima menit kemudian korban dibawa ke sebuah vila di Jalan Blong Keker, Permata Gatsu Regency Blok A Nomor 10 Jimbaran South Kuta Denpasar, Bali," beber Syamsu menambahkan.
BACA JUGA: Ria Ricis Ungkap Modus Pemerasan yang Dilakukan Mantan Karyawan
Di vila yang disewa seseorang berinisial AM itu, ponsel milik korban disita dan dilakukan pemukulan untuk memaksa korban agar pelaku bisa mengakses dompet Kripto.
Korban kelahiran Ukraina pada 28 Januari 1977 yang merupakan investor di bidang properti itu kemudian dibawa kembali ke sebuah vila yang beralamat di Jl. Sawah Indah Gang 88, Peliatan, Ubud, Gianyar, Bali.
"Sopirnya tidak ikut serta," imbuh Syamsu.
Di tempat tersebut, kata Syamsu Djalal, korban kembali disiksa, dan pelaku memaksa meminta kata sandi ponsel korban untuk mendapatkan nomor international mobile equipment identity (IMEI)-nya.
Pelaku akhirnya berhasil masuk ke akun Binance korban untuk mencuri aset kripto senilai USD 214.429,13808500 atau setara dengan nilai Rp 3,2 miliar.
Syamsu Djalal menegaskan kliennya telah melaporkan kasus yang dialaminya tersebut ke Polres Denpasar dan Polda Bali dengan masing-masing nomor laporan polisi: LP/B/706/XII/2024/SPKT Polresta Denpasar, serta LP/B/869/XII/2024/SPKT Polda Bali.
Adapun para terlapor warga Ukraina dan Rusia yang berjumlah 9 orang tersebut, yakni masing-masing berinisial LAV, OZ, RK, TK, RK, KA, AT, KA, serta FA.
Saat ini menurut Syamsu Djalal, korban masih berada di Bali dengan kondisi sangat trauma beserta anak dan istrinya.
Korban dan keluarganya tidak berani untuk keluar rumah dan mendapatkan pengawalan dari pihak TNI.
Syamsu Djalal mengungkapkan adapun motif dari sindikat kejahatan internasional melakukan kekerasan adalah uang dan harta kekayaan korban sebagai pengusaha asing yang bergerak di bidang properti.
Korban Berhasil Kabur
Syamsu menyampaikan korban berhasil kabur dari penculikan pada malam harinya melalui jendela vila.
Kliennya dibantu warga sekitar vila sekaligus mengantarnya ke Polsek Ubud.
"Jadi sempat ada debat dan saling bertengkar antara para pelaku. Situasi ini dimanfaatkan klien kami untuk kabur," tegas Syamsu.
Eks Danpuspom TNI tersebut berharap proses penyidikan hukum kasus ini bisa masif.
"Ini bisa jadi sorotan dunia internasional, karena menyangkut warga asing dan Bali," ujar pengacara yang berkantor di Jl. Suryopranoto, Harmoni, Jakarta itu.
Syamsu menambahkan pihaknya dalam waktu dekat juga akan mengirimkan surat kepada Presiden, LPSK, Komisi III DPR, Kapolri, dan Duta Besar Ukraina maupun Duta Besar Rusia.
"Kami ingin kasus ini diusut tuntas," pungkasnya. (mar1/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi