jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespons gelombang massa penolak Omnibus Law Cipta Kerja belakangan ini.
Menurut Jokowi, para pedemo itu telah terpengaruh informasi yang tak akurat soal Omnibus Law Ciipta Kerja yang telah disetujui pemerintah dan DPR pada Senin lalu (5/10).
BACA JUGA: Ini Pesan Jokowi Buat Pihak yang Tidak Suka UU Cipta Kerja
"Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari undang-undang ini dan hoaks di media sosial," kata Jokowi dalam jumpa pers virtual, Jumat (9/10).
Presiden Ketujuh RI itu lantas mencontohkan hoaks tentang penghapusan upah minimum provinsi (UMP), upah minimum kabupaten/kota (UMK), dan upah minimum sektoral provinsi (UMSP). Jokowi pun menepis hoaks tersebut.
BACA JUGA: Jokowi Belum mau Batalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja, Ini 3 Alasannya
"Faktanya upah minimum regional UMR tetap ada," tegas Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga menyoroti hoaks tentang upah minimum dihitung per jam. Menurut dia, hal itu tidak benar.
BACA JUGA: Pangi Heran, Saat Situasi Kacau, Jokowi di Pulang Pisau
"Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," jelas dia.
Lebih lanjut Jokowi membeber contoh lain soal hoaks seputar Omnibus Law Cipta Kerja, misalnya penghapusan cuti baik cuti haid, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, ataupun cuti melahirkan.
"Saya tegaskan juga ini tidak benar. Hak cuti tetap aja dan dijamin," imbuhnya.
Jokowi juga memastikan perusahaan tidak bisa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Menurutnya, Omnibus Law Cipta Kerja justru mengatur PHK sedemikian rupa demi melindungi para pekerja.
"Kemudian juga pertanyaan mengenai benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang. Yang benar jaminan sosial tetap ada," kata dia.
Eks Gubernur DKI Jakarta ini juga menangkal hoaks soal penghapusan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Jokowi menegaskan bahwa amdal tetap ada, bahkan lebih ketat.
Selain itu, Jokowi membantah hoaks soal komersialisasi pendidikan melalui Omnibus Law Cipta Kerja. “Ini juga tidak benar karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus, di KEK (kawasan ekonomi khusus, red),” tuturnya.
“Perizinan pendidikan tidak diatur di dalam Undang-Undang Cipta Kerja ini. Apalagi perizinan untuk pendidikan di pondok pesantren, itu tidak diatur sama sekali dalam Undang-undang Cipta Kerja ini dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku," jelas dia.
Lebih lanjut Jokowi juga menyoroti berita tidak benar mengenai bank tanah. Menurutnya, bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, sosial, pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan serta reforma agraria.
Dia menilai hal itu sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah atau lahan yang selama ini negara tidak memiliki bank tanah.
Di samping itu, Jokowi juga membantah anggapan bahwa pemerintah melakukan resentralisasi kewenangan dari pemda melalui Omnibus Law Cipta Kerja. Menurut Jokowi, perizinan berusaha dan pengawasannya tetap dilakukan oleh pemda sesuai dengan norma standar prosedur dan kriteria (NSPK) yang ditetapkan pemerintah pusat.
Selain itu, kewenangan perizinan untuk nonperizinan berusaha tetap ada di pemda sehingga tidak ada perubahan. Bahkan pemerintah pusat melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis dan prosedur perusahaan di daerah.
“Perizinan di daerah diberikan batas waktu. Ini yang penting di sini jadi ada service level of agreement. Permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati," jelas dia.(tan/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga