Penjelasan Ahli Epidemiologi soal Penyebab Covid-19 Cepat Menyebar

Sabtu, 24 Oktober 2020 – 15:40 WIB
Pelaksanaan Swab Test COVID-19. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) Dwi Agustian menyatakan bahwa globalisasi merupakan faktor utama yang membuat penyakit virus corona 2019 (Covid-19) menyebar dengan cepat.

Menurutnya, saat ini pergerakan manusia dari satu wilayah ke daerah atau negara lain lebih cepat dibanding 10 tahun  lalu.

BACA JUGA: Ahli Epidemiologi: Uji Klinis Vaksin di Indonesia Harus Bisa Sesuai Jadwal, Jangan Sampai Ada Hambatan

"Di dunia modern, teknologi bisa membuat orang berinsteraksi dengan cepat. Dua puluh tahun lalu virus ini tidak bisa menimbulkan efek biologis secara cepat," kata Dwi dalam dialog yang di Media Center Satgas Penanganan Covid-19 Graha BNPB Jakarta pada Jumat (23/10).

Dalam talkshow bertema Titik Balik Penyintas Covid-19 itu Dwi menjelaskan, virus corona bukan hal baru karena pernah menyebabkan severe acute respiratory syndrome (SARS) CoV-1 pada 2002-2003. Di Hong Kong, fatality rate atau tingkat fatalitas kasus SARS CoV-1 mencapai 50 persen.

BACA JUGA: Pesan Prof Wiku: Kurangi Mobilitas saat Libur Panjang demi Tekan Covid-19

Namun, Covid-19 lebih unik. Sebab, penyakit akibat virus corona jenis baru itu mudah menular dan ditambah pola perjalanan global makin kuat dibanding sepuluh tahun lalu.

Rata-rata perjalanan penerbangan meningkat luar biasa. Efeknya pada kecepatan gerak virus dari satu orang ke lainnya.

BACA JUGA: Percayalah, 3M Bisa Mengakhiri Pandemi COVID-19, Ini Penjelasannya

Ahli epidemiologi Unpad itu menambahkan, pengetahuan tentang virus pemicu pandemi global itu masih terbatas. Data menunjukkan perkembangan Covid-19 di populasi umum paling tinggi 5 persen.

Namun di Bandung, kata Dwi, ada populasi yang tak bergejala melakukan testing secara masif. Dari 100 orang ternyata hHanya seorang yang positif tanpa gejala.

"Artinya, dengan kasus ini kita menunggu cukup waktu untuk mengumpulkan gejala-gejala dan risiko," tuturnya.

Sementara motivator Tung Desem Waringin yang juga penyintas Covid-19 mengaku tertulari saat melakukan perjalanan udara pada 15 Maret 2020.

Tung mengungkapkan, saat itu pesawat berisi penuh, sedangkan penumpang yang menggunakan masker hanya yang sakit. Tiga hari kemudian, Tung mengalami demam hebat pada malam hari, tetapi kembali normal pada pagi harinya.

Kondisi itu terus berulang selama beberapa hari. Walakhir, Ting merasa kesulitan bernapas. 

Selanjutnya Tung melakukan cek darah dan foto toraks. Dari situlah dia makin yakin terkena Covid-19.

"Setelah itu saya 95 persen positif Covid-19. Pada saat itu swab test masih antre panjang dan lama, tidak seperti sekarang," ujar Tung yang mengaku sempat tiga kali ditolak rumah sakit.

Namun, Tung merasakan efek luar biasa dari mengonsumsi cukup air putih setiap hari. Salah satunya ialah pengambilan analisis gas darah (AGD) yang sebelumnya dua kali gagal menjadi lebih mudah.

“Semestinya, menurut saya, pasien Covid-19 diwajibkan minum air putih selama perawatan," cetusnya.(tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler