Penjelasan Kemendikbudristek soal UKT Mahal, Jangan Gagal Paham

Kamis, 16 Mei 2024 – 09:01 WIB
Pelaksana tugas (Plt.) Sekretaris Ditjen Diktiristek Tjitjik Srie Tjahjandarie dalam taklimat media di Kantor Kemendikbudristek, Rabu (15/5). Foto Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Demo mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) lantaran uang kuliah tunggal (UKT) dinilai mengalami kenaikan, direspons Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). 

Kemendikbudristek mengimbau PTN bijaksana dan mempertimbangkan asas keadilan dalam penetapan UKT. 

BACA JUGA: Penjelasan Rektor Unri yang Polisikan Mahasiswa Pengkritik Tingginya UKT

"Sebenarnya kenaikan UKT ini tidak menyeluruh di seluruh PTN. Sesuai laporan hanya sekitar 10 persen saja yang menaikkan. Itu pun besarannya masih di bawah biaya kuliah tunggal (BKT)," kata Pelaksana tugas (Plt.) Sekretaris Ditjen Diktiristek Tjitjik Srie Tjahjandarie dalam taklimat media di Kantor Kemendikbudristek, Rabu (15/5).

Tjitjik menjelaskan penyelenggaraan pendidikan tinggi bersifat inklusif, artinya dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat yang memiliki kemampuan akademis tinggi. 

BACA JUGA: Rekrutmen CPNS dan PPPK: Barito Utara Dapat 3.424 Formasi

Untuk itu dalam penetapan besaran UKT, pemerintah mewajibkan ada dua kelompok UKT yaitu UKT 1 dengan besaran Rp 500 ribu dan UKT 2 dengan besaran Rp 1 juta. Proporsi UKT 1 dan UKT 2 sebesar minjmal 20 persen. 

"Hal ini untuk menjamin masyarakat tidak mampu, tetapi memiliki kemampuan akademik tinggi dapat mengakses pendidikan tinggi yang berkualitas," terangnya.

BACA JUGA: Pengangkatan PPPK 2024 dari Honorer Pakai TMT 2018, Masalah Tuntas

Lebih lanjut, Tjitjik menjelaskan perguruan tinggi memiliki kewenangan otonom untuk menetapkan UKT kelompok 3 dan seterusnya. Namun, dia mengingatkan bahwa penetapan besaran UKT tetap ada batasannya yaitu untuk UKT kelompok paling tinggi maksimal sama dengan besaran BKT.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi mengamanatkan bahwa pemerintah perlu menetapkan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT).

Adapun SSBOPT merupakan acuan biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi yang secara periodik diriviu dengan mempertimbangkan capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah.

SSBOPT menjadi dasar pengalokasian Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan penetapan BKT. BKT merupakan dasar penetapan UKT untuk setiap program studi diploma dan sarjana.

Tjitjik menjelaskan bahwa saat ini intervensi pemerintah melalui BOPTN baru bisa menutup sekitar 30 persen biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi. Untuk itu, perlu peran serta masyarakat bergotong royong melalui mekanisme pendanaan UKT dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI).

 Selain itu, Tjitjik juga mendorong perguruan tinggi mengoptimalkan pengelolaan aset untuk menambah pendapatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) non-UKT dan IPI.

Tjitjik menegaskan saat ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) terus berkoordinasi dengan para pimpinan PTN agar penyesuaian UKT tidak melebihi batas standar pembiayaan yang telah ditentukan, harus sesuai aturan yang berlaku. 

"Kami mengimbau PTN untuk terus melakukan sosialisasi terkait UKT kepada para pemangku kepentingan masing-masing," pungkasnya. (esy/jpnn)


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler