Penjelasan Mengenai Pengaruh Suhu Terhadap Pandemi Covid-19

Sabtu, 04 April 2020 – 17:41 WIB
Ilustrasi Corona Covid-19. Foto: pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan faktor iklim menjadi keuntungan tersendiri bagi negara-negara yang memiliki temperatur dan kelembaban tinggi, seperti Indonesia dalam menangani pandemi Covid-19.

Namun, Luhut menekankan bahwa social/physical distancing tetap menjadi faktor utama. Pasalnya, jika hal tersebut tidak dilakukan dengan ketat, maka keuntungan dari faktor temperatur tersebut tidak lagi berlaku.

BACA JUGA: Covid-19 Makin Merebak, Saleh DPR Minta Pemerintah Buat Kebijakan Alternatif

Merespon isu tersebut, Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengembangan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Umum dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Yodi Mahendradhata menyebut memang ada studi-studi yang mengindikasikan bahwa suhu tinggi dan kelembaban tinggi mungkin bisa mengurangi penularan virus corona, namun faktor-faktor lain tetap lebih berperan dalam penularan.

“Namun saya ingin menekankan bahwa salah satu faktor utamanya tetaplah kedisplinan masyarakat untuk melakukan social/physical distancing,” ujar Dr. Yodi.

BACA JUGA: 5 Kiat Agar Terhindar dari Berita Hoaks Virus Corona

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Dwikorita Karnawati membenarkan apa yang disampaikan oleh Menko Luhut.

Menurutnya, pada Desember-Januari, belum ada kasus di negara tropis, seperti di Singapura, Thailand, Filipina, Indonesia.

BACA JUGA: 6 Kiat Terhindar dari Virus Corona Saat di Transportasi Publik

Menurut literatur yang ada, hal ini dikarenakan pada saat itu suhu di tempat kita ini temperaturnya lebih dari 20 derajat, dan cocok dengan fakta Desember dan Januari belum ada kasus.

Namun, pada outbreak kedua, pengaruh iklim ini kalah dengan pengaruh yang lebih kuat penyebarannya oleh mobilitas orang.

“Sebenarnya yang disampaikan Pak Luhut itu juga dari kami, karena beliau sudah mengumpulkan informasi dari berbagai pakar juga. Jadi Pak Luhut itu betul, iklim itu membantu. Namun dampaknya itu delay, tidak seketika dampaknya berkurang, perlu waktu untuk alam bekerja. Ya meskipun ada penyebaran tetapi itu tidak murni, itu karena dibawa orang, alias mobilitas penduduk yang massif,” terang Dwikorita pada Sabtu (4/4).

Menurut ahli mikrobiologi, untuk suhu yang rendah (9 derajat kurang) dan kelembaban rendah (kering) imunitas respon tubuh itu akan melemah sehingga daya tahan untuk menangkal virus menjadi turun. Kalau temperatur naik, imunitas pun meningkat.

Terlebih melihat perkiraan pada April hingga Agustus, rata-rata suhu bisa 30-32 derajat.

“Jadi kita ini beruntung karena cuacanya tidak ideal untuk perkembangan Covid-19 dengan catatan masyarakatnya itu patuh, menjaga physical distance, tinggal di rumah, tidak keluyuran ke mana-mana,” tambahnya.

Dwikorita pun menyampaikan, masyarakat harusnya bisa manfaatkan keuntungan iklim tropis ini untuk memperkuat imunitas di bawah matahari pada jam yang tepat.

Hal ini juga diamini oleh Dr.Yodi, yang menyebutkan bahwa berjemur di bawah sinar matahari pada jam tertentu bukan berarti mematikan virus, namun hal tersebut dapat membantu meningkatkan imunitas.

Sebuah penelitian oleh Jingyuan Wang, Associate Professor di Sekolah Ilmu dan Teknik Komputer, Universitas Beihang, Beijing, menjelaskan mirip dengan virus influenza, virus corona cenderung lebih stabil dalam lingkungan suhu udara yang dingin dan kering.

Kondisi udara dingin dan kering tersebut dapat juga melemahkan host immunity seseorang dan mengakibatkan orang tersebut lebih rentan terhadap virus.

Lebih lanjut, Melanie Bannister-Tyrrell, seorang konsultan senior di Ausvet, perusahaan epidemiologi swasta terkemuka menunjukkan bahwa bahwa COVID-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah, yaitu sekitar 1 sampai 9 derajat celcius.

Artinya, semakin tinggi temperatur, maka dugaan adanya kasus COVID-19 harian semakin rendah.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler