jpnn.com - JAKARTA – Pemerintah sudah memastikan pelaksanaan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) satu harga di seluruh Indonesia mulai berjalan pada 1 Januari 2017. Supaya program itu tidak sia-sia, parlemen meminta agar penjual bensin eceran bias ditertibkan. Kalau perlu, Kementerian ESDM segera membentuk task force.
Anggota Komisi VII Satya W Yudha mengatakan, penjual bensin eceran meski kadang membantu, membuat pelaksaan BBM satu harga bias terganggu. Sebab, mereka tidak mungkin menjual bensin dengan harga yang sama seperti SPBU. ’’Kami minta dibentuk task force yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukum,’’ katanya, Minggu (3/12).
BACA JUGA: Fashion Impor Merajalela, Industri Tekstil Domestik Menukik
Lebih lanjut dia menjelaskan, nantinya task force bentukan Kementerian ESDM itu beroperasi hingga ke daerah-daerah. Posisi tim itu semakin kuat karena bekerja sama dengan pimpinan daerah setempat.
Dia yakin berjalannya task force membuat kebijakan BBM satu harga bisa berjalan lancar. Menurutnya, persoalan penjual bensin eceran perlu segera diselesaikan karena sampai saat ini tidak ada institusi yang bertanggung jawab atas pengecer.
BACA JUGA: Istimewa, CASA BTN Tembus Rp 66 Triliun
Bahkan kini banyak penjual bensin eceran yang menggunakan nama Pertamini. Nama yang mirip-mirip secara hukum tidak diperbolehkan karena bisa menimbulkan kebingungan.
Lebih lanjut Satya mengatakan, tidak adanya pengaturan yang jelas membuat lokasi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) bisa saling berdekatan. Di luar Jawa, malah seringkali SPBU kosong, tetapi bensin tersedia di penjual eceran.
BACA JUGA: XL Alokasikan Belanja Modal Rp 7 Triliun
’’Bisa jadi ada kongkalikong. Itu bisa dibasmi kalau ada task force tadi,’’ urainya.
Dia mengakui, pemerintah memang punya BPH Migas yang memiliki fungsi pengawasan. Namun, itu tidak membantu karena tidak punya staf yang cukup untuk melakukan pengawasan. Padahal Pertamini atau pedagang eceran jelas tidak memiliki hak untuk mendistribusikan BBM.
Kepala BPH Migas Andi Someng sepakat agar penjual bensin eceran ditertibkan. Ada dua aturan yang dilanggar oleh penjual bensin eceran, yakni UU Migas, dan UU HAKI terkait nama Pertamini. ’’Mereka melakukan kegiatan usaha tapi tidak punya izin usaha sebagai penyalur,’’ tegasnya.
Meski demikian, dia mengakui bahwa BPH Migas tidak punya wewenang untuk melakukan penyegelan dan penangkapan. Sebab, kewenangan penertiban bensin eceran hanya bisa dilakukan oleh PPNS Ditjen Migas dan polisi. ’
’Itu delik aduan. Pertamina bisa melaporkan kepada aparat kepolisian, dan polisi melaksanakan tindakan hukumnya,’’ ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, perbedaan harga BBM yang mencolok seperti di Papua karena kurangnya SPBU atau APMS (agen premium, minyak, dan solar). Jadinya, warga yang membeli BBM di SPBU lantas menjualnya lagi dengan harga tinggi.
Karenanya pada 2017 nanti Pertamina akan membangun banyak SPBU atau APMS untuk menekan penjual bensin eceran, terutama di kawasan terluar, maupun terpencil. ’’Tahun depan, minimal ada 22 SPBU/APMS di kawasan terluar. Kami usahakan bisa lebih,’’ katanya.(dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prediksi Pergerakan IHSG Pekan Ini
Redaktur : Tim Redaksi