Matt Christopher Lockley, pria yang membuat heboh karena mencoba masuk ke cockpit pesawat Virgin Australia dalam penerbangan ke Denpasar, Bali, bulan April lalu, pekan ini mulai diadili di Pengadilan Brisbane. Ia terancam hukuman dua tahun penjara.
Menurut keterangan polisi di Bali saat itu, Matt (28 tahun), terbang ke Bali untuk mencari istrinya yang pergi meninggalkannya.
BACA JUGA: 9 Persepsi Keliru yang Berlaku di Australia
"Matt Lockley mengatakan sebelum terbang dia mengonsumsi dua butir pil Voltaren, empat pil Panadol dan minum dua botol Coca-Cola," ujar juru bicara Polda Bali Hery Wiyanto, akhir April lalu.
"Dia mengaku saat itu tidak mabuk, namun dia menderita depresi karena masalah keluarga," ujarnya.
BACA JUGA: Melbourne Adakan Survei Flora dan Fauna
Tindakan Matt menggedor pintu cockpit, sempat membuat panik petugas dan penumpang lainnya, yang mengira telah terjadi percobaan pembajakan pesawat. Begitu pesawat Boeing 737-800 itu mendarat di Denpasar, Matt langsung ditangkap pihak berwajib setempat.
Dalam persidangan di Brisbane, Matt mengaku ia didera rasa khawatir berlebihan sehingga tidak menyadari bahwa ia menggedor pintu cockpit.
BACA JUGA: Merokok di Mobil yang Membawa Anak-anak Dilarang di Seluruh Australia
Ia menyatakan tidak bersalah atas tuduhan yang diajukan jaksa, yaitu mengganggu petugas penerbangan. Jika tuduhan jaksa terbukti, Matta terancam hukuman penjara dua tahun.
Pengacaranya, Chris Rosser, mengatakan Matt terserang panik, namun membantah bahwa kliennya berada di bawah pengaruh narkoba atau alkohol.
Rosser mengatakan dalam persidangan, Matt diserang rasa khawatir karena mengira ada orang yang membuka tasnya, dan awak kabin pesawat tidak menunjukkan perhatian.
Kliennya kemudian, kata Rosser, pergi ke toilet di bagian depan pesawat, namun penuh sehingga ia berjalan terus melewati kelas bisnis dan mengetuk pintu cockpit.
"Mungkin saja dalam pikirannya ia sedang mengetuk pintu toilet," demikian dalih pengacara tersebut membela kliennya.
"Dia tidak mengancam siapa-siapa, dia tidak melakukan kontak fisik dengan awak kabin. Ketika mereka menyuruhnya duduk, Matt mematuhi dan kembali duduk," tambahnya.
Rosser menambahkan, ketika Matt menyadari kesalahannya, ia meminta maaf.
Ketika pesawat itu mendarat, dua regu anti teror bersenjata lengkap dari pihak berwajib Indonesia diterjunkan langsung untuk menangani Matt.
Namun Jaksa Peter Richards membantah dalih tersebut. Menurut dia, tidak ada bukti sama sekali bahwa terdakwa mengalami serangan kepanikan.
Jaksa Richards menyebutkan, awak kabin berpengalaman tidak mungkin mengaktifkan prosedur pembajakan pesawat tanpa alasan yang mendasar.
"Awak kabin akan melayani kebutuhan penumpang dan menunjukkan dimana letak toilet, dan tidak mungkin mengaktifkan prosedur pembajakan begitu saja," katanya.
"Tidak mungkin pilot memerintahkan awak pesawat untuk memborgol terdakwa tanpa alasan yang jelas," tambahnya.
Sidang yang dipimpin Hakim Judith Daley ini akan dilanjutkan 12 Desember mendatang.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kencan Singkat Masih Tetap Populer di Kalangan Warga Pedesaan Australia