JAKARTA - Usulan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan sejumlah insentif pajak lain, sepertinya harus dikaji matangPasalnya, kebijakan tersebut dinilai kurang tepat.
Ekonom UGM Anggito Abimanyu mengatakan, masalah utama dunia usaha sebenarnya bukan pada kebijakan tarif pajak, namun lebih pada pelaksanaan, proses administratif dan sebagainya
BACA JUGA: Subsidi BBM Tetap Sesuai Anggaran
"Tarif pajak kita sudah cukup rendah kok, tidak perlu dilakukan penurunan lagiSebelumnya, Pjs Ketua Umum Kadin Adi Putra Darmawan Tahir mengusulkan agar tarif PPh Badan diturunkan menjadi 16 persem dari besaran saat ini yang sebesar 25 persen
BACA JUGA: YLKI: Sasaran Pertama Mobil Pribadi
Usulan penurunan tersebut dilakukan agar tarif PPh badan di Indonesia bisa setara dengan negara tetanggaBACA JUGA: Anggaran Lumpur Sidoarjo Tembus Rp 1,28 T
Menurut Anggito, secara umum, kebijakan pajak di Indonesia sudah kompetitif dengan negara-negara lainMeskipun, lanjut dia, berbeda cukup jauh dengan Singapura"Jangan samakan dengan Singapura, mereka memang bedaTapi umumnya, tarif pajak kita sudah sama dengan banyak negara," katanya.
Hal senada diungkapkan oleh pengamat ekonomi Yanuar RizkyMenurutnya, masalah utama dunia usaha bukanlah soal besaran pajaknya, melainkan aktivitas pungutan liar (pungli) serta buruknya infrastruktur yang menyebabkan mahalnya komponen beban.
"Kalau saya lihat masalah utamanya bukan di pajakPenurunan pajak belum tentu memberikan stimulus bagi dunia usaha untuk mendorong perekonomianRasio pajak dalam menggerakkan perekonomian sangat kecilPajak hanya untuk mendanai belanja pemerintah sajaJadi penurunan pajak tidak akan berpengaruh besar bagi pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Menurut Yanuar, dunia usaha seharusnya melihat masalah ini lebih jauh dan mendalam, bukan melulu meminta penurunan pajak dengan alasan efisiensi usahaSebab, jika bicara efisiensi, sebenarnya dunia usaha akan menjadi efisien bukan karena penurunan pajak, tetapi dunia usaha akan menjadi efisien jika pungli diminimalisir"Berdasarkan studi yang saya lakukan, besaran pungli itu sekitar 22 persen hingga 35 persen," katanya.
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, lanjut Yanuar, besaran pos biaya lain-lain jauh lebih kecilDi Indonesia, pos biaya lain-lain dinilai Yanuar terlalu besar akibat banyaknya praktik pungli.
"Nah, kalau mau bicara efisiensi, seharusnya dunia usaha melakukan upaya mendukung pemerintah mengurangi pungli dan sebagainya, bukan malah bicara soal penurunan pajakMinta penurunan pajak boleh-boleh saja, asalkan ada timbal balikMisalkan, perusahaan yang telah melakukan suatu upaya mendukung program pemerintah dapat insentif pajakJangan digeneralisir semua harus ikut dikurangi pajaknya," paparnya(Owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Mekanisme Pembatasan BBM Bersubsidi
Redaktur : Tim Redaksi