jpnn.com, JAKARTA - Kanker merupakan penyakit yang amat kompleks sehingga di negara maju penanganannya dilakukan oleh tim multidisplin.
Kompleksitas penyakit kanker terjadi akibat proses kankernya itu sendiri, perbedaan karakteristik pasien, dan juga terapi yang diberikan.
BACA JUGA: Mau Tahu Berapa Biaya Pengobatan Kanker di Penang? Ini Jawabannya!
"Karenanya, pengobatan dengan kemoterapi atau pengobatan sistemik sebaiknya dilaksanakan oleh dokter yang mempunyai kompetensi mengevaluasi, menilai, dan menatalaksana pasien secara sistemis," kata Prof. Dr. dr. A. Harryanto Reksodiputro, SpPD-KHOM, dokter spesialis Penyakit Dalam Subspesialisasi Hematologi Onkologi Medik, dalam kegiatan Indonesian Society of Hematology-Medical Oncology (ISHMO), di Hotel Shangri-La Jakarta, Sabtu (12/10).
Berbeda dengan tumor jinak, kanker mengeluarkan sitokin (racun) yang menyebabkan gangguan metabolisme tubuh pasien, baik metabolisme karbohidrat, protein, maupun lemak.
BACA JUGA: Diagnosis HER2 jadi Terobosan Baru Pengobatan Kanker Payudara
Sitokin ini juga menyebabkan hiperkoagulasi, sehingga darah cepat membeku dan terjadi gumpalan sepanjang dinding pembuluh darah yang disebut tromboemboli.
"Sehingga banyak pasien kanker yang meninggal karena penyakit kardiovaskular," ungkapnya.
BACA JUGA: Mahasiswi Unsoed Jadi Korban Eksploitasi Seksual
Di samping itu pasien yang menderita kanker mudah mengalami infeksi akibat daya tahan tubuhnya menurun. Penurunan daya tahan tubuh karena fungsi sel darah putih menurun dan reaksi imunologis menjadi kurang sensitif.
Obat-obat yang digunakan untuk mengobati kanker juga memiliki efek samping. Efek samping berat di antaranya, terjadi penekanan sumsum tulang sehingga sel-sel sumsum tulang tidak dapat tumbuh atau berproliferasi, sehingga terjadi penurunan hemoglobin, leukosit, dan trombosit.
"Belum lagi kenyataannya sebagian besar penyakit kanker ditemukan pada kelompok lanjut usia yang mengidap berbagai penyakit komorbid seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit kardiovaskular, stroke, dan lainnya," ucapnya.
Lulusan Universitas Indonesia (UI) ini juga mengungkapkan, umumnya penderita kanker tidak dapat disembuhkan, hasil pengobatan sebagian besar hanya bebas penyakitnya.
Di sisi lain, harga obat kanker semakin mahal dan jika tidak dipertimbangkan secara hati-hati, pengobatan kanker dapat menyebabkan pasien mengalami kemiskinan.
"Oleh karena itu, pengobatan kanker harus tepat guna, berhasil guna, dan mengikuti prinsip farmakoekonomik," ujarnya.
Dia menambahkan kemajuan di bidang teknologi kedokteran telah berhasil menemukan berbagai alat diagnostik canggih seperti PET/CT Scan maupun teknik laboratorium seperti pemeriksaan genetik yang canggih, sulit, dan mahal biayanya sehingga memerlukan keahlian ilmu yg cukup untuk melaksanakan penapisan yang tepat guna hasil guna.
"Perlu pemikiran mendalam agar hasil yang didapat sesuai dengan upaya pengobatan (biaya) dan pengorbanan pasien, padahal pada stadium akhir yang dicapai hanya masa bebas penyakit (diseasefree) bukan kesembuhan," tegasnya.
ISHMO sebagai organisasi profesional di bidang hematologi dan onkologi medik, terus berkontribusi dalam meningkatkan pengetahuan serta kemampuan dokter Spesialis Penyakit Dalam (SpPD) dan fellow onkologi dokter penyakit dalam (IFO) dalam tatalaksana kanker. Tahun ini, ROICAM akan menghadirkan sesi plenary, symposium, dan "Meet the Expert" dengan melibatkan para pakar terkemuka dari dalam dan luar negeri.
"Peserta mendapatkan pemahaman lebih lanjut tentang terapi sistemik, mulai dari kemoterapi, hormonal, terapi target, hingga imunoterapi," kata Prof. DR. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD, KHOM, M.Epid, M.PdKed, FACP, FINASIM, dokter Pendidik Klinis di Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI).
Acara ini juga mencakup seminar untuk masyarakat umum, rangkaian kompetisi terkait penanganan kanker, serta workshop mendalam mengenai terapi kanker yang komprehensif. Workshop juga akan membahas manajemen thrombosis terkait kanker (CAT), transfusi darah, peran apheresis dalam perawatan pasien kanker, serta pendekatan yang efektif dalam mengelola nyeri kanker.
"Melalui ROICAM, ISHMO berharap dapat menambah wawasan serta kompetensi dokter SpPD dan IFO dalam menghadapi kanker sebagai penyakit sistemik yang membutuhkan pendekatan komprehensif," lanjutnya.
Dalam mendukung program transformasi pelayanan rujukan dari Kementerian Kesehatan, ISHMO mendorong peran IFO dalam memberikan terapi sistemik di seluruh daerah, dengan supervisi ahli hematologi dan onkologi.
Diharapkan dengan makin banyaknya IFO yang tersebar di daerah, masyarakat tidak lagi harus bepergian jauh untuk mendapatkan terapi kanker yang berkualitas.
Sebagai bagian dari pengembangan medical tourism, pemerintah berupaya menjadikan Indonesia sebagai tujuan layanan kesehatan unggulan, termasuk untuk perawatan kanker. Hal ini memerlukan dukungan teknologi canggih, SDM yang berkualitas, serta koordinasi lintas kementerian untuk memfasilitasi perawatan kanker yang komprehensif di dalam negeri.
ISHMO juga berharap dengan adanya ROICAM, penguatan peran dokter SpPD dan IFO dalam tatalaksana kanker dapat semakin diakselerasi. Dengan dukungan teknologi genomik dan artificial intelligence, ISHMO menggarisbawahi perlunya peningkatan kualitas SDM agar siap menghadapi era kedokteran presisi.
Oleh karena itu, ROICAM mengundang para ahli untuk memberikan paparan berbasis bukti mengenai pengelolaan kanker yang berorientasi pada efektivitas, keamanan, dan efisiensi. ISHMO juga berharap pemerintah mendukung upaya ini melalui pembaruan kurikulum pendidikan kedokteran yang sejalan dengan teknologi terkini. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Motif Congkel Mata di Bogor Ternyata Gara-gara Ini, Mengerikan
Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Mesyia Muhammad