jpnn.com - JAKARTA - Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Faktanya, satu dari empat orang dewasa akan mengalami masalah kesehatan jiwa pada satu waktu dalam hidupnya. Bahkan, setiap 40 detik di suatu tempat di dunia ada seseorang yang meninggal karena bunuh diri (WFMH, 2016).
Data WHO (2016) menunjukkan, terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena demensia.
BACA JUGA: Istri Irman Gusman: Bapak yang Bawa, Saya yang Buka
Di Indonesia, menimbang dari berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk di Indonesia, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkestahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau enam persen dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat.
BACA JUGA: DPR Apresiasi Polri Lakukan OTT di Kemenhub
Seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Merujuk pada data tersebut, maka masalahkesehatan jiwa seseorang janganlah dianggap enteng.
BACA JUGA: Polri Gelar OTT di Kemenhub, Presiden dan Kapolri Turun ke Lokasi
Apa Itu Kesehatan Jiwa?
Sehat jiwa adalah kondisi di mana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Ciri-ciri orang yang sehat jiwanya adalah memiliki perasaan sehat dan bahagia dan merasa nyaman terhadap dirinya, sehingga mampu mengatasi amarah, iri hati, rasa cemas, rendah diri, takut, dan kecewa, serta mampu menilai dirinya sendiri dengan sepatutnya.
Orang yang sehat jiwanya juga dapat menerima orang lain apa adanya, mempunyai sikap positif terhadap diri dan orang lain sehingga mampu menerima dan mencintai, serta menggunakan akalnya dengan sehat.
Selain itu, sehat jiwa juga dapat menyadari kemampuan diri, mampu menerima tanggung jawab, mengambil keputusan, mempunyai tujuan hidup nyata, dan merancang masa depannya.
Gejala dan Penyebab Gangguan Jiwa
Ketua PengurusPusatPersatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PP-PDSKJI) Eka Viora mengatakan, gangguan jiwa sangat beragam jenisnya, mulai dari yang ringan hingga akut, seperti skizofrenia.
Skizofrenia merupakan penyakit kronis dimana penderita memiliki kesulitan memproses pikirannya, sehingga dapat berhalusinasi, delusi, pikiran yang tidak jelas dan tingkah laku atau bicara yang tidak wajar.
Gejala-gejala ini dikenal sebagai gejala psikotik, yang menyebabkan penderita skizofrenia mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang lain, bahkan menarik diri dari aktivitas sehari-hari dan dunia luar.
Gejala pertama skizofrenia biasanya muncul pada masa remaja atau dewasa muda, walaupun ada juga yang baru muncul pada orang berusia di atas 40 tahun.
Penyebab gangguan kesehatan jiwa ada banyak hal, mulai dari kekerasan terhadap anak dan perempuan terutama kekerasan seksual, pornografi, penyalahgunaan Napza, kecanduan media elektronik dan jejaring sosial, gangguan kejiwaan, bencana, tekanan psikologis, kepikunan dan sebagainya yang kurang mendapat perhatian atau terabaikan karena ketidakpahaman, kelelahan menghadapi, kurang peduli, ketersediaan dan akses pelayanan kesehatan jiwa yang sulit dijangkau.
Hal ini harus segera dicegah dan dikendalikan karena akan membebani keluarga, masyarakat dan negara serta dapat memengaruhi kualitas bangsa. Pasalnya gangguan kesehatan jiwa bisa menyasar kepada segala usia.
Pertolongan bagi Penderita Gangguan Jiwa
Pertolongan pertama kesehatan jiwa atau dukungan awal kesehatan jiwa (Mental Health First Aid) adalah bantuan yang diberikan kepada orang yang mengalami gangguan kesehatan jiwa oleh seseorang yang bukan kader kesehatan atau tidak memiliki latar belakang kesehatan, melainkan seseorang yang berada dalam lingkup sosial penderita.
Pertolongan pertama tersebut diberikan sampai penderita mendapatkan bantuan profesional yang sesuai.
Keluarga dan masyarakat dapat berperan dengan mempelajari keterampilan pertolongan pertama kesehatan jiwa (Mental Health First Aid Action Plan), yang terdiri dari 5 langkah:
1. Pendekatan, deteksi, dan membantu pada krisis apapun
2. Mendengarkan tanpa menghakimi
3. Memberikan dukungan dan informasi yang tepat
4. Mendorong penderita untuk mendapatkan bantuan profesional yang sesuai
5. Mendorong dukungan lainnya
Pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam memberikan pertolongan pertama psikologis atau dukungan awal psikologis akan banyak memberikan manfaat maksimal tidak hanya bagi prognosis kesehatan jiwa tetapi juga dalam pembangunan kesehatan dan kualitas bangsa pada umumnya.
Upaya pemberdayaan keluarga sebagai deteksi dan penyaring awal kesehatan jiwa masyarakat ini juga disambut baik oleh Bambang Eko Sunaryanto MARS, Ketua Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Indonesia (Arsawakoi). Menurutnya terbatas dan tidak meratanya distribusi tenaga layanan kesehatan jiwa di Indonesia juga masih menjadi salah satu kendala utama.
Ditambah lagi, kurangnya peminat dan tugas para tenaga kesehatan jiwa yang berpindah-pindah lokasi.
"Kondisi itu justru seringkali memutus rantai akses perawatan dan pengobatan Orang DenganGangguanJiwa (ODGJ) yang memerlukan terapi jangka panjang. Kami sangat mendorong upaya pemberdayaan keluarga ini, karena juga akan sangat signifikan mengurangi biaya.
Hari Kesehatan Jiwa 2016
Mengingat bahaya gangguan kesehatan jiwa, Kementerian Kesehatan berupaya terus mengantisipasinya dengan mengajak warga untuk berperan aktif. Salain ituuntuk mendukung pengurangan jumlah penderita, melalui peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Kementerian Kesehatan terus menginformasikan lebih luas upaya promotif dan preventif yang diharapkan dapat menjadi solusi akar permasalahan kesehatan jiwa di Indonesia. Dengan begitu akan terbangun awareness di tatanan masyarakat.
Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tahun ini mengambil tema ‘Martabat Dalam Kesehatan Jiwa: Pertolongan Pertama Psikologis Dalam Kesehatan Jiwa Bagi Semua’ atau ‘Dignity in Mental Health: Psychological and Mental Health First Aid For All’.
Melalui tema ini masyarakat diingatkan agar memberikan perlakuan yang sama kepada setiap orang yang membutuhkan pertolongan pertama dalam kondisi apa pun, baik kondisi fisik maupun kondisi jiwa.
Salah satu tujuan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) 2016 adalah agar masyarakat dapat memberikan pertolongan pertama psikologis dan dukungan awal kesehatan jiwa, sehingga mereka dapat memberikan dukungan kepada penderita gangguan kesehatan jiwa selayaknya mereka memberikan pertolongan pada gangguan kesehatan fisik.
Agar lebih membumi, Kementerian Kesehatan bersama mitra-mitra terkait secara terpadu akan menggelar acara Walk The Talk di Monumen Nasional (Monas) pada Minggu (9/10/2016).
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (Dit P2MKJN) Kemenkes Fidiansyah mengatakan, acara tersebut akan dimeriahkan oleh sejumlah kegiatan menarik.
"Sebagai puncak peringatan momentum Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2016 akan digelar kegiatan berupa jalan dan senam sehat, permainan dan movie cartoon untuk melatih kognitif, pojok konsultasi dan pameran rumah sakit yang memiliki unit pelayanan kesehatan jiwa," papar Fidiansyah.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (adv)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenhub Digeledah, Menteri Budi: Saya Mendapatkan Berbagai Laporan
Redaktur : Tim Redaksi