jpnn.com, SURABAYA - Bisnis sepatu di Jawa Timur hingga kuartal ketiga 2018 menurun 20 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Sementara itu, ekspor sepatu ke Eropa juga merosot 7-10 persen.
BACA JUGA: Industri Alas Kaki Belum Membaik
Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia Jawa Timur (Aprisindo Jatim) Winyoto Gunawan menjelaskan, banyak faktor yang mengakibatkan kelesuan di industri padat karya tersebut.
Mulai pelemahan rupiah terhadap dolar hingga kondisi pasar yang memang belum stabil. Akibatnya, daya beli masyarakat menurun.
BACA JUGA: Industri Alas Kaki Jatim Berkembang Pesat
’’Kini banyak bahan baku produksi sepatu yang masih impor. Kalau rupiah melemah, otomatis harga bahan baku naik dan harga sepatu juga ikut terkerek. Sepatu dengan price normal saja sudah sepi, apalagi ditambah dengan peningkatan harga,’’ kata Winyoto, Rabu (14/11).
Dia menilai rencana kenaikan upah minimum regional (UMR) di atas delapan persen pada 2019 juga berdampak terhadap industri sepatu.
BACA JUGA: Industri Alas Kaki Diprediksi Anjlok 50 Persen
Sebab, bisnis sepatu termasuk padat karya yang memiliki cukup banyak karyawan.
Bila setiap tahun industri sepatu menaikkan gaji karyawan, tentu pengusaha akan terbebani. Ditambah lagi pasar yang memang sedang sepi.
’’Sebenarnya kami mengikuti aturan pemerintah. Hanya, pemerintah seharusnya mempertimbangkan dampak kebijakannya agar pabrik padat karya ini bisa tetap eksis,’’ tegas Winyoto. (car/c14/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Posisi 4 Produsen Alas Kaki di Dunia
Redaktur & Reporter : Ragil