Penyelesaian Masalah Buruh di BRI Patut Dicontoh

Kamis, 10 Oktober 2013 – 15:00 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat perburuhan, Masinton Pasaribu mengapresiasi pola mediasi bipartit dalam masalah perselisihan antara pensiunan yang menuntut pesangon dengan manajemen Bank BRI. Penyelesaian ini patut menjadi contoh contoh bagi perusahaan lain yang mengalami masalah yang sama.

Masinton mengatakan adanya peran nyata pucuk pimpinan bank plat merah itu hingga  akhirnya menghasilkan solusi yang diterima kedua belah pihak, dengan tercapainya kesepakatan bersama. Hanya saja, implementasi dari kesepakatan itu butuh dukungan nyata dari pemerintah, khususnya pihak Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

BACA JUGA: Optimistis BUMN Bisa Sukseskan TKDN

Pria yang juga Ketua Umum Relawan Demokrasi (Repdem) ini mengatakan sudah menjadikewajiban Kemankertrans untuk segera menyikapi kesepakatan kedua belah pihak itu dengan  menerbitkan petunjukan pelaksaan (juklak)sebagaimana disebutkan dalam nota kesepakatan itu.

"Kemenakertrans harus cepat dong. Jangan dilama-lamain. Sebab, keduabelah pihak sudah ketemu, sudah menelorkan kesepakatan, kenapapemerintah terkesan seperti membuat penuntasan kasus iniberlarut-larut. Kalau juklak yang ditunggu-tunggu, apa susahnya bikin juklak," tandas Masinton dalam keterangan persnya, Rabu (9/10).

BACA JUGA: 2014, Tambah Satu Ruas Tol

Ditegaskannya, juklak yang akan diterbitkan itu harus lengkap, kontekstual dan tidak memberikan celah untuk disalahtafsirkan oleh pihak yang berselisih. Hal ini untuk mencegah adanya wanprestasi daripihak yang merasa tidak puas dengan isi juklak tersebut.

"Untuk menghindari potensi terjadinya salah interpretasi terhadapkesepakatan yang telah dibuat, sudah seharusnya Juklak yang akan dikeluarkan pemerintah itu isinya detail dan komprehensif, sehinggatidak membuka celah penafsiran yang sesuai dengan selera para pihak itu sendiri. Bila tidak, tentunya sama saja dengan mementahkan kembalikesepakatan yang telah dibuat antara kelompok pensiunan itu dengan manajemen," ungkap aktivis perburuhan ini.

BACA JUGA: Siapkan Rp 50 M untuk Bangun Pabrik Pengolah Porang

Selain itu, Masinton menganjurkan, elit kelompok pensiunan itu juga harus berperan aktif agar tidak terjadi pemahaman yang salah pasca diterbitkannya juklak tersebut.

"Sudah ikuti saja apa yang sudah disepakati bersama itu. Itu sudahbagus. Kalau perusahaan mau mendengar dan mengakomodir suarapekerjanya itu artinya sudah ada iktikad baik untuk menyelesaikan secara baik-baik atas dasar kekeluargaan. Kalau sudah ada itikad baikperusahaan, maka kelompok pensiunan jangan mau menang sendiri.
Kadangmereka tidak puas, sehingga banyak terjadi munculnya rasa tidak puas terhadap hasil penghitungan nominal pesangon atau penetapan bataswaktu. Ini sangat rentan memicu pembatalan sepihak atas kesepakatan yang telah tercapai," sarannya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Manajemen Bank BRI telah mengajukansurat permohonan diterbitkannya juklak kepada Kemenakertrans. Hal ini sejalan dengan isi dari nota kesepakatan yang menyatakan bahwapembayaran pesangon harus berlandaskan juklak tersebut agar tidak melanggar ketentuan UU Ketenagakerjaan.

Sementara itu, Pengamat hukum dari Universitas Trisakti,Andari Yuriko berpendapat bahwa sesuai dengan butir kesepakatan hasi mediasi, implementasinya harus menunggu juklak diterbitkan oleh Kementerian.

"Kalau memang secara tegas disebutkan dalam klausul kesepakatan keduabelah pihak bahwa implementasi butir kesepakatan itu menunggu juklak dari Kemenakertrans, maka pihak manajemen tidak bisa mengeluarkanpembayaran pesangon, karena tidak ada dasar hukumnya. Apalagi nota kesepakatan tersebut dinyatakan oleh para pihak harus berada dalamkoridor ketentuan UU Tenaga Kerja," ujar Andari.

Ia pun sependapat bila juklak itu harus detail dan tidak berpotensi menimbulkan tafsir baru yang bertentangan dengan kesepakatan yang sudah dibuat oleh kedua belah pihak. "Juklak yang baik mesti detail. Namanya juga Juklak. Tetapi semangatyang tertuang dalam Juklak jangan menjebak dan merugikan salah satu pihak. Meskipun demikian Juklak sebagai penjelas lebih lanjut daributir-butir kesepakatan itu sifatnya mengikat bagi kedua belah pihak," tukasnya. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wujudkan Kedaulatan Pangan, Pemerintah Harus Percepat Cetak Sawah Baru


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler