jpnn.com - JAKARTA - Pengamat Hukum Syamsuddin Rajab mengapresiasi kesepakatan yang dicapai antara manajemen BRI dengan mantan karyawannya dalam menyelesaikan tuntutan pesangon. Menurutnya, kedua belah pihak punya iktikad baik dan patut dijadikan contoh untuk menyelesaikan kisruh perburuhan
Namun yang harus dilakukan saat ini kata mantan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) itu adalah untuk merealisasikannya. Kedua pihak harus sama-sama memegang komitmen atas kesepakatan yang dicapai.
BACA JUGA: Monorel Peti Kemas Pertama di Dunia Lahir di Surabaya
"Apapun alasannya, tidak bisa dibenarkan salah satu pihak mengabaikan butir-butir kesepakatan yang telah ditandatangani. Sebab, kesepakatan yang tertuang dalam nota kesepakatan yang katanya berisi 4 poin itu merupakan kemenangan bagi kedua pihak," kata Syamsuddin dalam keterangan persnya, Senin (30/9).
Dijelaskan Syamsuddin, kesepakatan antara para pihak, baik forum para pensiunan dengan manajemen BRI telah terikat dengan butir-butir kesepakatan yang ditandatangani. Sebab itu ia menilai bahwa isi maupun substansi kesepakatan itu patut untuk dijalani secara utuh dan tidak ditafsirkan secara butir perbutir oleh masing-masing pihak.
BACA JUGA: Desak Rupiah Gantikan Ringgit
“Lebih baik jalankan saja apa yang sudah disepakati, itu jauh lebih penting daripada melahirkan masalah baru dengan cara menafsir-nafsirkan isi kesepakatan menurut ukuran selera kepentingan kelompoknya," ucapnya.
Sementara itu R. Herlambang Perdana, pengamat perburuhan menilai point penting dari kesepakatan yang dibuat para pensiunan dan direksi BRI adalah agar Kemenakertrans sungguh-sungguh mengawal capaian ini. Sebab isi dan substansi yang tertuang dalam kesepakatan itu memberikan peluang bagi kedua belah pihak untuk menjalaninya sesuai UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 pasal 156 dan pasal 167 ayat 3.
BACA JUGA: Tol Bali Tuntas, Dahlan Iskan Siapkan Proyek Keroyokan Lagi
“Tak ada alasan bagi Kemenakertrans untuk tidak proaktif dalam mengawal kesepakatan yang telah dibuat. Namun, pemerintah harus berbuat adil untuk kedua belah pihak. Mesti fair. Agar pelaksanaan kesepakatan kesepakatan yang telah dibuat itu bisa dijalanlan dengan sungguh-sungguh dan tidak ada pihak yang dirugikan. Kemenakertrans harus proaktif menuntaskan kasus itu,” tandasnya, Sabtu (28/9).
Menurutnya, kesepakatan tersebut juga sekaligus memenuhi tuntutan para pensiunan yang tergabung dalam kelompok FKP3. Artinya, kata dia, selama kesepakatan itu masih menunggu petunjuk pelaksanaannya dari pihak Kemenakertrans, maka hal itu telah mengikat kedua belah pihak apapun hasilnya nanti.
“Saya kok masih agak meragukan keseriusan pemerinta (Kemenakertrans) dalam mengawal penyelesaian kasus itu. Memang, kalau sudah ada kesepakatan kedua pihak itu menunjukkan sudah terlihat itikad kedua pihak. Sekarang tinggal bagaimana hasilnya nanti setelah pihak pemerintah memberikan penjelasannya dalam bentuk petunjuk teknis pelaksanaan,” jelas dia.
Pihaknya juga tidak menampik jika isi kesepakatan yang ada yang terdiri dari empat butir itu mesti dijalani secara utuh dan tidak parsial oleh masing-masing pihak. Dengan kata lain, jelas dia,
masing-masing pihak, baik forum para pensiunan dengan Direksi BRI wajib menjadikan point kesepakatan itu sebagai patokan untuk menjalankan apa yang telah disepakati bersama.
“Tentu saja acuannya MoU yang telah dibuat. Butir-butir kesepakatan itu harus menjadi terintegrasi dan tidak butir perbutir secara parsial. Mudah-mudahan sudah dipahami oleh masing-masing pihak. Tapi saya yakin BRI sebagai perusahaan besar akan commited untuk melaksanakan kesepakatan itu,” paparnya.
Sebelumnya pihak BRI telah menandatangani kesepakatan mengenai pembayaran pensiunan yang tertunda oleh wakil para pensiunan. BRI juga meminta petunjuk pelaksanaan pada Kemenakertrans mengenai pembayaran pesangon tersebut.
Bahkan, Direktur Utama BRI Sofyan Basir turun tangan untuk berdialog dan menandatangani nota kesepakatan itu dengan tiga orang perwakilan pensiunan BRI. Dalam kesepakatan itu dijelaskan bahwa implementasinya dilaksanakan dalam koridor ketentuan UU No 13 tahun 2003 tanggal 25 Maret 2003 tentang Ketenagakerjaan. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mobil Murah Berpotensi Rugikan Pemerintah
Redaktur : Tim Redaksi