jpnn.com, ASAHAN - Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Asahan, Sumut, Oktoni Eriyanto mengatakan bahwa pelatihan rantai nilai sangat penting bagi para petani.
Karena dengan penguasaan ilmu ini, petani bisa memberikan nilai tambah terhadap produk-produk pertanian yang dihasilkan.
BACA JUGA: Dor! MUS Tertembak, AKP Anton Beri Penjelasan
"Rantai nilai dalam sektor pertanian adalah nilai tambah dalam pertanian yang terbentuk ketika terjadi perubahan dalam bentuk fisik atau bentuk produk pertanian, atau terjadi akibat adopsi metode produksi, atau proses penanganan lebih lanjut," kata Eriyanto melalui keterangan tertulisnya, Rabu (8/12).
Dijelaskan Eriyanto, Rantai Nilai bertujuan untuk meningkatkan basis konsumen bagi produk tersebut. Jadi manajemen rantai nilai produk pertanian ini mengintegrasikan seluruh proses produksi.
BACA JUGA: Banyak Anak Perempuan di Bawah Umur Dijadikan PSK, Alamak
"Mulai dari kegiatan pengolahan, distribusi, pemasaran hingga produk sampai ke tangan konsumen," ungkapnya.
"Maka dari itu, kami latih para penyuluh ini mejadi mentro rantai nilai. Diharapkan mampu memperkuat basis SDM petani," lanjutnya.
BACA JUGA: Pelatihan Rantai Nilai Bantu Petani di Kendal Tingkatkan Keuntungan
Senada, Kepala Bidang Penyuluhan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara Nurhijjah mendorong para calon mentor rantai nilai ini untuk menggali dan mengoptimalkan potensi diwilayah binaannya. Termasuk menyamakan persepsi dan langkah seperti tagline yang digaungkan Kementrian Pertanian yaitu Maju#Mandiri#Modern.
"Petani harus siap menerapkan mekanisasi dan menggunakan teknologi era industry 4.0 sehingga dapat mencapai output-nya yaitu meningkatkan produksi dan provitas," ujar dia.
Adapun pelatihan mentor rantai nilai ini dilaksanakan di Aula Dinas Pertanian Asahan, dengan diikuti sebanyak 12 orang dari lima kecamatan yang mendapatkan program IPDMIP di Kabupaten Asahan.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan Dedi Nursyamsi mengatakan bahwa IPDMIP harus berperan mendorong proses transformasi dari sistem pertanian tradisional menjadi modern. Untuk itu, SDM-nya harus digarap lebih dahulu.
"Mereka adalah petani, penyuluh, petani milenial melalui pelatihan,” kata Dedi.
Sistem pertanian tradisional, katanya, dicirikan oleh produktivitas yang rendah, penggunaan varietas lokal, dikerjakan secara manual atau dengan bantuan tenaga ternak.
Sistem pertanian ini belum memanfaatkan mekanisasi pertanian serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
“Pertanian modern dicirikan masifnya varietas berdaya hasil tinggi, menerapkan mekanisasi dan pemanfaatan teknologi era industri 4.0,” kata Dedi. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti