Pepres Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Tetap Berlawanan dengan MA

Rabu, 13 Mei 2020 – 21:29 WIB
BPJS Kesehatan. Ilustrasi Foto: Idham Ama/Fajar/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan membebani rakyat.

Mufida mengatakan seharusnya pemerintah membantu meringankan beban masyarakat di saat pandemi yang memberatkan ekonomi rakyat.

BACA JUGA: Alasan Pemerintah Tetap Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan

"Bukan menambah beban rakyat. Regulasi ini juga pasti akan menjadi beban bagi APBD," kata Kurniasih, Rabu (13/5).

Seperti diketahui, pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

BACA JUGA: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Berikut Ini Perinciannya

Sebelumnya, Mahkamah Agung sudah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, yang tertuang dalam Perpres 75/2019 tentang Perubahan Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Kurniasih mengatakan putusan MA hanya membatalkan ketentuan Pasal 34 dalam Perpres 75/2019 tentang Perubahan Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

BACA JUGA: Hergun Tawarkan 4 Solusi Menutup Defisit BPJS Kesehatan

Sementara, Perpres 64/2020 mengatur banyak hal lainnya yang tidak diputuskan oleh MA.

Dia menuturkan alasan pembatalan MA atas Pasal 34 Perpres 75/2019 adalah bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU BPJS.

Menurutnya, Pasal 2 UU SJSN menyatakan bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 2 UU BPJS menyebutkan bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, kata dia, dalam rangka menjalankan putusan MA maka Perpres 64/2020 seharusnya tidak bertentangan dengan 2 UU di atas.

Dalam hal ini Perpres 64/2020 masih menggunakan persepsi dan logika yang sama dengan penerbitan Perpres 75/2019.

"Dengan demikian maka Perpres 64/2020 ini tetap belum menjalankan amar putusan MA," kata politikus yang karib disapa Mufida, itu.

Menurut Mufida, penerbitan Perpres 64/2020 sangat tidak sesuai karena pada saat ini kondisi masyarakat masih dalam situasi bencana nasional pandemi Covid 19 sebagaimana ditetapkan oleh Presiden Jokowi.

"Sehingga masyarakat berada dalam kondisi krisis ekonomi dan juga krisis kesehatan (pandemi)," ujar dia.

Legislator Dapil II DKI Jakarta (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Luar Negeri) itu mengatakan penerbitan perpres ini bukan merupakan pelaksanaan amar putusan MA.

"Di mana, apa yang diperintahkan oleh MA untuk dilaksanakan tetap belum dilaksanakan," kata dia.

Lebih lanjut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan penjadwalan kenaikan dengan pemberian waktu tenggang bukan merupakan jawaban atau pelaksanaan putusan MA tersebut.

"Melainkan merupakan financial scheme dalam rangka kebijakan keuangan dan hanya berlandaskan pada sudut pandang ekonomi dan bukan perwujudan keadilan sosial, dan jaminan sosial dalam bidang kesehatan," paparnya. (boy/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler